ASPEK.ID, JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) membebaskan Direktur Utama PT Pertamina 2009-2014 Karen Agustiawan dari tuntutan hukum karena perbuatan yang dilakukan dinilai bukan merupakan tindak pidana.
Karen mengatakan bahwa perkara yang menjerat dirinya terlalu dipaksakan oleh tim penyidik dari Kejaksaan Agung.
Dia menilai bahwa perkara tersebut merupakan perkara perdata yang dipaksakan tim penyidik agar masuk ke ranah pidana.
“Ini kan business adjustment yang domainnya itu adalah hukum perdata. Tetapi dipaksakan menjadi domain pidana, tindak pidana korupsi,” kata Karen Agustiawan di Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Selasa (10/3) malam.
Sementara itu Menko Polhukam ikut menyoroti putusan MA tersebut. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menilai bahwa putusan MA harus diikuti dan dipatuhi.
“Karena itu putusan Mahkamah Agung ya harus diikuti, itulah hukum produknya, dan itu sudah inkrah yah. Sudah inkrah,” kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (10/3).
Menurut Mahfud, jika Karen bersalah, mungkin penuntutnya yang kurang akurat dalam mengajukan perkara ke pengadilan, sehingga vonis MA pun membebaskan Karen.
“Pokoknya kalau sudah diputus oleh Mahkamah Agung, berarti selesai. Kita tidak suka pun ya tetap berlaku,” imbuhnya.
Sebelumnya, Karen Agustiawan divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 10 Juni 2019. Karen juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai perbuatan Karen tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Karen terbukti mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina dan ketentuan atau pedoman investasi lainnya dalam Participating Interest (PI) atas Lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.
Karen memutuskan melakukan investasi PI di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian terlebih dulu. Karen dinilai menyetujui PI tanpa adanya due diligence serta tanpa adanya analisa risiko yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA).
Selain itu, menurut hakim, penandatanganan itu tanpa persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina. Menurut hakim, perbuatan Karen itu telah memperkaya Roc Oil Company Ltd Australia. Kemudian, sesuai laporan perhitungan dari Kantor Akuntan Publik Drs Soewarno, perbuatan Karen telah merugikan negara Rp 568 miliar.