ASPEK.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan angggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rizal Djalil sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan sistem air minum (SPAM) di Kementerian PUPR.
Selain Rizal, KPK juga menetapkan status tersangka terhadap Komisaris PT. Minarta Dutahutama, Leonardo Jusminarta Prasetyo. Rizal diduga menerima suap sebesar 100 ribu dolar Singapura atau setara Rp 1 miliar untuk memuluskan proyek tersebut.
Baca Juga: Direksi Perum Perindo Kena OTT KPK
“KPK membuka penyidikan baru dengan 2 orang tersangka yakni RIZ (Rizal Djalil) anggota BPK dan LJP (Leonardo Jusminarta Prasetyo) Komisaris PT Minarta Dutahutama,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di kantor KPK di Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (25/9).
Rizal diduga pernah memanggil Direktur SPAM Kementerian PUPR ke kantornya di BPK sebagaimana dilansir Katadata, untuk menyampaikan bahwa Minarta Dutahutama ingin mengikuti proyek Jaringan Distribusi Utama (JDU) Hongaria dengan anggaran sebesar Rp 79,27 Milyar.
Baca Juga: Deretan Bos BUMN yang Terlibat Korupsi
Sebelumnya, Leonardo yang berkenalan dengan Rizal di Bali pada 2016. Melalui seorang perantara, Leonardo berkomitmen memberi uang Rp 1,3 miliar kepada mantan politisi Partai Amanat Nasional tersebut.
“LIP (Leonardo) memperkenalkan diri sebagai kontraktor proyek PUPR,” kata Saut.
Sebelumnya beberapa pihak sudah terseret dalam kasus ini adalah adalah Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) Budi Suharto, Direktur PT WKE Lily Sundarsih, Direktur PT Tashida Sejahtera Perkara (TSP) Irene Irma dan Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo.
Baca Juga: Mengenal 4 Sosok Calon Menteri BUMN
Rizal ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Leonardo sebagai pihak yang diduga pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.