ASPEK.ID, JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti menekankan pentingnya implementasi kebijakan ramah lingkungan.
Pernyataan tersebut dia ungkapkan saat hadir pada side event Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim, yang diselenggarakan oleh US-Asia Institute (USAI) dan Air Quality Asia (AQA) dengan anggota parlemen dari berbagai negara lainnya, termasuk Amerika, Pakistan, India, Afrika Selatan, Morocco, Filipina, dan Indonesia.
Acara tersebut mengangkat tema “Tackling The Climate Crises: Transitioning to a Global Green Economy” dan membahas mengenai bagaimana Green New Deal Amerika Serikat (AS) dan Undang-Undang Ekonomi Hijau serupa di negara lain, yang memberikan peluang utama untuk mengatasi perubahan iklim, mengurangi dampak buruknya, dan melestarikan lingkungan seraya membangun pertumbuhan ekonomi dunia.
Dyah Roro berpendapat bahwa partisipasi 40 kepala negara dalam KTT Perubahan Iklim, beserta kebijakan-kebijakan ramah lingkungan yang telah dihasilkan oleh 7 negara yang hadir pada pertemuan virtual ini, sudah menunjukan adanya sebuah komitmen politik atau political will.
“Namun yang terpenting saat ini adalah kemampuan para pemimpin untuk memonitor implementasi dari kebijakan-kebijakan tersebut,” papar Sekretaris Kaukus Ekonomi Hijau DPR RI, dalam rilis yang dikutip, Senin (26/4/2021).
Acara ini digelar oleh Presiden AS Joe Biden, yang mengambil tindakan pada hari pertamanya menjabat untuk mengembalikan komitmen AS ke Perjanjian Paris (Paris Agreement).
Presiden Biden mengundang 40 pemimpin dunia untuk hadir dalam The Leaders Summit on Climate atau KTT Perubahan Iklim yang diselenggarakan pada tanggal 22 dan 23 April 2021.
KTT Perubahan Iklim yang dilakukan secara virtual ini disiarkan langsung untuk dilihat publik. Pembahasan di dalam pertemuan ini berfokus pada urgensi dan manfaat ekonomi dari tindakan iklim yang lebih kuat.
Terlaksananya acara ini juga akan menjadi tonggak penting dalam perjalanan menuju Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP26) pada November 2021 di Glasgow.
Dalam pertemuan yang sama, turut hadir pula Anggota Komisi VII DPR RI dan Ketua Kaukus Ekonomi Hijau DPR RI Mercy Barends, yang memaparkan sejumlah langkah legislatif Indonesia dalam mendukung terwujudnya green economy, di mana RUU Energi Baru Terbarukan yang telah masuk di dalam prolegnas tahun 2021, merupakan salah satu upaya konkret dalam kontribusinya menanggulangi krisis iklim ini.
Pada kesempatan ini, Anggota Dewan Energi Nasional RI Satya Widya Yudha juga memaparkan sejumlah langkah dan target serta capaian Indonesia dalam menyikapi krisis iklim dunia, khususnya pada sektor energi.
Ia mengingatkan, ketika berbicara mengenai pengurangan emisi karbon pada sektor energi, hal tersebut mengacu terhadap UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang Perjanjian Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim dan realisasi dari pada Sustainable Development Goals (SDGs).
Ia pun menjelaskan bahwa transisi energi melalui pemanfaatan energi baru dan terbarukan merupakan salah satu upaya konkrit dalam merealisasikan kebijakan tersebut.
Menurutnya, agar tercapainya bauran EBT 23 persen pada tahun 2025, perlu adanya pemantauan di tingkat daerah melalui pembentukan Rencana Umum Energi Daerah (RUED), agar potensi EBT yang dimiliki oleh masing-masing daerah dapat dimaksimalkan