ASPEK.ID, JAKARTA – Hary Tanoesoedibjo meminta kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, supaya memudahkan asing memiliki properti di Indonesia agar bisa menggerakkan ekonomi Tanah Air.
Permintaan Hary yang juga pemilik MNC Group sekaligus Ketua Partai Persatuan Indonesia (Perindo) itu disampaikan dalam sebuah forum diskusi ekonomi yang diselenggarakan grup bisnisnya.
“Kalau boleh saya berikan masukan terkait investasi asing di properti. Karena properti ini menyangkut banyak hal, ada tukang, mebel, pasir, dan sebagainya, stakeholder-nya banyak dan tanggung sebenarnya (bila tidak dipermudah),” ujar Hary kepada Airlangga yang kebetulan hadir sebagai pembicara kunci seperti dilansir dari laman CNN Indonesia, Selasa (28/1).
Hary menjelaskan saat ini pemerintah menerapkan aturan peluang investasi properti bagi asing dengan masa waktu 80 tahun dan dua kali perpanjangan. Dalam aturan itu, individu asing bisa berinvestasi properti di Indonesia bila memiliki visa, Kartu Ijin Tinggal Terbatas (KITAS) atau izin kerja (working permit).
Cara lain, individu asing harus memiliki perusahaan di Indonesia. Bila tidak, mereka tidak bisa berinvestasi. Bahkan, menurut Hary, ada pula ketentuan individu asing harus hadir ke Indonesia setiap setahun sekali sebagai bukti kepemilikan.
Sementara itu perusahaan asing dikatakan Hary boleh memiliki properti di dalam negeri bila terbukti melakukan Penanaman Modal Asing (PMA).
“Padahal orang yang betul-betul solid mungkin mereka tidak mau hadir setiap tahunnya. Kalau boleh usul, kenapa tidak dibuka saja untuk individual maupun perusahaan agar asing bisa investasi di Indonesia. Toh itu, sudah diatur masa threshold-nya maksimal 80 tahun,” kata ayah kandung Wakil Menteri Pariwasata dan Ekonomi Kreatif, Angela Tanoesoedibjo itu..
Hary mengatakan kemudahan asing memiliki properti di Indonesia bisa mendorong minat investasi di sektor tersebut. Bila ini terjadi, maka sektor properti akan tumbuh.
Hal ini selanjutnya dipercaya akan turut menggairahkan sektor industri yang berkaitan dengan properti, seperti bahan bangunan dan lainnya.
“Kalau dirasakan sensitif mungkin bisa diatur untuk di lokasi tertentu agar bisa diterapkan,” katanya.
Sayangnya, ia tidak memberi contoh di mana sekiranya kawasan yang patut mendapat pengecualian aturan investasi bagi asing. Ia hanya menekankan, kemudahan perlu pula dilakukan Indonesia karena negara lain, salah satunya China sudah melakukannya.
“Karena di China sekitar 2000-an, mereka membuka aturan itu dan langsung boom (permintaan properti melonjak),” tuturnya.
Menanggapi permintaan tersebut, Airlangga mengatakan pemerintah sejatinya tengah mempertimbangkan stimulus kebijakan di sektor properti. Namun, kajiannya masih terus dibicarakan dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Hal ini sejalan dengan keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ingin menggenjot pertumbuhan investasi. Maka dari itu, pemerintah pun membentuk omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Lapangan Kerja.
“Investasi akan dibuka lebih lebar, salah satunya properti, tapi propertinya diatur sekarang ini bukan landed house, apartment dan lainnya, kami masih bicara dengan Kementerian PUPR, pintunya, payungnya diberikan, tapi KITAS itu basisnya investasi,” ujarnya.