ASPEK.ID, JAKARTA – Pemerintah saat ini tengah melakukan persiapan untuk pembentukan holding (perusahaan induk) ultramikro yang melibatkan tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ketiganya adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Permodalan Madani (Persero), dan PT Pegadaian (Persero). Tujuan pembentukan holding itu adalah agar pelaku usaha ultramikro mendapatkan layanan fasilitas pembiayaan.
Dengan terbentuknya holding ultramikro (Holding UMi), selain pelaku usaha ultramikro mendapatkan layanan pembiayaan yang lebih baik, holding itu nantinya memiliki jangkauan dan kapasitas yang lebih banyak dan lebih luas ke segmen ultramikro.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan holding ultramikro perlu didorong agar bisa memberikan kemudahan akses layanan keuangan formal bagi ultramikro yang saat ini beranggotakan sekitar 15 juta nasabah.
“Usaha kecil menengah yang saat ini jumlahnya mendekati 60 juta dan mereka sebagian belum mendapatkan akses terhadap permodalan, maka kita perlu terus meningkatkan kemampuan lembaga keuangan di dalam menjangkau usaha kecil menengah ini,” katanya dalam raker bersama dengan Komisi XI DPR RI, Senin (8/2) lalu, sebagaimana dilansir dari laman Indonesia.go.id.
Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN saat ini tengah mematangkan rencana pembentukan sinergi ultramikro, termasuk siapa yang akan menjadi induknya.
Nantinya pembentukan sinergi ini akan diawali dengan aksi korporasi penerbitan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue dari Bank BRI.
Berikutnya, negara akan ambil seluruh bagian seluruhnya dengan cara mengalihkan seluruh sahan Seri B dari PNM dan Pegadaian diserahkan ke BRI.
Rights issue Bank BRI akan dilakukan setelah mendapatkan arahan dari komite privatisasi dan rekomendasi Menteri Keuangan RI serta konsultasi dengan DPR, sesuai dengan PP nomor 33 tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perseroan.
Nantinya, seluruh saham Seri B milik negara yang ditempatkan di Pegadaian dan PNM akan disetorkan kepada BRI dalam rangka partisipasi pemerintah dalam rights issue BRI tersebut, sehingga pemerintah akan tetap terjaga sahamnya di BRI, yakni sebanyak 56,75 persen.
Penyerahan dan penyetoran saham Seri B di Pegadaian dan PNM kepada BRI ini dilakukan sesuai dengan PP nomor 72 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan Modal Negara kepada BUMN.
Sesudah transaksi rights issue, BRI akan memiliki seluruh saham Seri B dari Pegadaian dan PNM, yakni masing-masing 99,99 persen. Sedangkan, pemerintah tetap memiliki 1 lembar saham Seri A Dwiwarna di PNM dan Pegadaian.
Namun yang perlu juga diketahui, nilai transaksi dari proses pembentukan holding UMi masih akan dilakukan penilaian independen oleh KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) sesuai dengan ketentuan pasar modal.
Holding UMi ini juga akan membentuk ekosistem dengan menjaga, mempertahankan pendekatan pemberdayaan sosial PNM dan model bisnis Pegadaian, serta memperkuat peranan BRI sebagai coordinator dan center of excellence.
Artinya, proses bisnis, budaya, serta peran dari Pegadaian dan PNM akan tetap dipertahankan. Holding juga tidak akan menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) di Pegadaian dan PNM.
Selain itu, di holding itu juga akan dibentuk komite eksekutif (ex co) holding UMi untuk memantau kemajuan implementasi dan kepatuhan terhadap komitmen yang disepakati.
Memang belum diketahui, kapan holding UMi ini tuntas dan segera beroperasi. Namun bila dilihat time table proses pembentukan induk perusahaan pembiayaan bagi segmen ultramikro, termasuk proses right issue BRI, diperkirakan tuntas tahun ini juga.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyambut positif rencana pembentukan holding UMi tersebut.
Menurutnya, holding tersebut bisa mempermudah akses pembiayaan untuk usaha mikro dengan bunga yang rendah.
“Ini sangat diperlukan UMKM,” ujar Teten Masduki di Jakarta, Selasa (9/2).
Apalagi saat ini porsi kredit perbankan untuk UMKM baru 20 persen. Di sisi lain, pelaku usaha di Indonesia 99 persen adalah UMKM. Porsi kredit perbankan di Indonesia untuk UMKM tersebut yang terendah dibandingkan sejumlah negara di Asia.
Sebagai gambaran, porsi kredit untuk UMKM di Singapura (39 persen), Malaysia (51 persen), Thailand (50 persen), Jepang (66 persen), dan Korsel (81 persen).
Selain itu, penyerapan tenaga kerja UMKM mencapai 97 persen dari total tenaga kerja dan kontribusi terhadap PDB mencapai 60 persen.
Adanya induk usaha itu membuat pembagian tugas masing-masing BUMN akan semakin jelas dan terkoordinasi sehingga pemberdayaan UMi dan UMKM semakin efisien dan terarah. []