ASPEK.ID, JAKARTA – Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia bertolak ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA) untuk mendampingi Presiden Jokowi, Sabtu (11/1/2020).
Kunjungan Presiden Jokowi yang bertolak dari Jakarta pada Minggu (12/1) tersebut merupakan balasan kunjungan Putra Mahkota Abu Dhabi Syekh Mohammed bin Zayed (MBZ) Al Nahyan yang berkunjung ke Indonesia beberapa waktu lalu.
Kepala Negara dijadwalkan akan mengikuti beberapa rangkaian kegiatan di antaranya pertemuan bilateral dengan MBZ dan acara Abu Dhabi Sustainability Week.
Acara Abu Dhabi Sustainability Week merupakan forum yang membahas mengenai masalah sustainable energy, environment, dan sebagainya, serta dihadiri oleh berbagai negara yang menjadi undangan pada forum tersebut.
Disebutkan, Pemerintah memastikan akan ada tiga kerja sama yang ditandatangani dalam pertemuan tersebut.
Pertama, adalah pembangunan fasilitas pengolahan minyak atau kilang proyek revitalisasi (Refinery Development Master Plan/RDMP) yang terletak di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Kedua, yakni kerja sama pengembangan industri petrokimia dengan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA).
Sedangkan yang ketiga, adalah kerja sama dengan PT Pelabuhan Indonesia Maspion di Surabaya, Jawa Timur. Total investasi dari tiga kerja sama tersebut mencapai US$ 9 miliar atau setara Rp 124 triliun.
“Dengan adanya potensi investasi dari UEA ini, membuktikan investasi di Tanah Air sangat inklusif atau terbuka. Tidak benar kalau investasi kita hanya dari China saja atau dari Singapura saja. Dari negara mana saja, bahkan mau dari langit sekalipun asalkan tidak bertentangan dengan UU dan aturan yang ada, silakan negara mana saja masuk berinvestasi,” kata Bahlil dalam keterangan tertulis dilansir laman Antara di Jakarta, Sabtu (11/1).
Bahlil mengatakan potensi kerja sama investasi antar kedua negara saat ini belum tergarap optimal. Selama ini investor yang paling aktif berasal dari Asia Timur. Sedangkan investor Timur Tengah banyak yang belum berinvestasi khususnya di sektor-sektor strategis.
“Kunjungan ini menjadi momentum baik di awal tahun yang menandakan bahwa Pemerintah RI juga mendorong investasi bersumber dari negara-negara lain selain Asia Timur,” ujarnya.
Bahlil menegaskan investasi di Indonesia tidak bersifat eksklusif. Artinya, semua negara memiliki peluang yang sama selagi memiliki komitmen yang kuat untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Beberapa sektor yang telah didorong adalah proyek pembangunan kilang minyak (oil refinery), industri petrokimia, industri smelter aluminium dan pembiayaan investasi (financial investor/FI).
“Bapak Presiden ingin agar kita (Indonesia) mengurangi ketergantungan impor minyak. Oleh karena itu, pemerintah mengejar pembangunan kilang baru atau Grass Root Refinery (GRR). Itulah salah satu kekuatan pengusaha Timur Tengah, makanya kami dorong BUMN maupun swasta kerja sama dengan mereka,” ungkapnya.
Bahlil menambahkan alasan mengapa banyak kesepakatan bisnis di sektor strategis diupayakan akan ditandatangani dalam kunjungan ini.
“Salah satu sebabnya industri petrokimia ini akan menjadi tulang punggung negara, menuju sebuah negara industri. Kemandirian sektor industri berperan penting mendukung target Indonesia menjadi negara maju pada 2045,” tukasnya.