ASPEK.ID, JAKARTA – Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir membahas perihal isu mafia alat kesehatan saat mengikuti Rapat Dengar Penadapat (RDP) dengan Komisi IV DPR RI, Selasa (21/4).
Pimpinan induk holding BUMN Farmasi itu menilai bahwa munculnya isu mafia alat kesehatan dan obat-obatan di tengah pandemi Covid-19 seiring meningkatnya permintaan dibandingkan pasokan.
“Mafia alkes ini karena permintaan jauh lebih tinggi daripada pasokannya. Dalam kondisi seperti ini pasti ada kesempatan seperti itu,” ujar Honesti Basyir dalam RDP yang digelar secara virtual itu.
Sementara itu, impor alat kesehatan dikatakannya juga tidak berjalan lancar karena setiap negara menjaga pasokannya untuk penanganan Covid-19.
“Permasalahan yang muncul akibat isu mafia farmasi ini karena mereka kesepakatnnya melalui broker tertentu. Kalau kami langsung ke pabriknya, jadi tak melalui broker,” katanya.
Honesti Basyir memastikan bahwa BUMN farmasi tidak akan melakukan praktik kotor, hal itu karena BUMN memiliki fungsi agent of development.
“Kami tak mungkin menaikkan harga, kami lebih mementingkan fungsi agent of development,” ucapnya.
Honesti menyampaikan bahwa hingga akhir Maret, anggota holding BUMN farmasi, yakni PT Kimia Farma masih menjual masker seharga Rp2.000 per potong.
“Ini untuk menjaga semua orang bisa mendapat suplai masker yang cukup. Kami menggarisbawahi BUMN tak akan melakukan permainan harga,” katanya.
Sebelumnya, Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga sebagaimana dilansir dari laman Antara, Jum’at (17/4) menyampaikan bahwa ada mafia besar baik skala global maupun lokal yang membuat Indonesia tidak mandiri dalam industri kesehatan.
“Mengenai mafia alat kesehatan dan bahan-bahan kesehatan, ini sebenarnya jauh-jauh hari ketika Pak Erick Thohir dilantik jadi Menteri BUMN, beliau sudah punya gambaran besar mengenai keamanan energi, pangan, dan kesehatan. Ketika beliau (Erick Thohir) mendalami health security ternyata terbukti Indonesia itu berat di urusan-urusan kesehatan, alat kesehatan dan obat-obatan saja hampir 90 persen bahan dari impor,” ujarnya.