ASPEK.ID, JAKARTA – Mesin produksi peluru di PT Perindustrian Angkatan Darat atau Pindad (Persero) saat ini masih menggunakan mesin lama yang usianya sudah sangat tua.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Wahyu Sakti Trenggono saat mengunjungi Pabrik Amunisi milik PT Pindad (Persero) di Turen, Malang, Jawa Timur.
Kunjungan tersebut ikut didampingi oleh Sekjen Kementerian Pertahanan (Kemhan), Laksda TNI Agus Setiadji, Dirjen Renhan Marsekal Muda TNI Dody Tri Sunu, Kabaranahan Mayor Jenderal TNI Budi Prijono, Direktur Utama Pindad, Abraham Mose beserta jajaran Direksi.
PT Pindad (Persero) sendiri adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang produksi peralatan pertahanan dan keamanan serta peralatan industrial lainnya.
“PT Pindad harus melakukan modernisasi fasilitas yang dimilikinya di Divisi Munisi agar bisa meningkatkan kapasitas produksi dan menurunkan harga peluru,” kata Trenggono melalui keterangan resminya, Minggu (7/3).
Sosok yang akrab disapa Mas Treng ini mengatakan, jika modernisasi dilakukan dengan menerapkan otomatisasi dan integrasi tentunya akan berdampak pada biaya produksi yang akan lebih rendah.
Modernisasi ini juga bisa menekan harga produksi secara signifikan. Ini juga akan berdampak pada harga jual amunisi yang lebih terjangkau.
“Sekarang harga jual peluru sekitar Rp4.200 per butir, jika mesin produksi dimodernisasi, maka akan terjadi penurunan biaya karena lebih efisien. Mesin produksi yang ada saat ini adalah mesin tahun 60-an, jadi sudah sangat tua,” jelas Mas Treng.
Dalam kunjungannya, Trenggono beserta rombongan mengunjungi berbagai fasilitas produksi Divisi Munisi Pindad yang memiliki luas 166 hektare dan terdiri dari fasilitas produksi MKK, MKB atau menengah dan fasilitas pengembangan serta laboratorium uji munisi.
Beberapa waktu lalu gedung fasilitas produksi MKK juga sudah diresmikan untuk menambah kapasitas dari kebutuhan TNI Polri yang masih belum tercukupi.