Mahkamah Konstitusi (MK) dalam amar putusan menyatakan menolak seluruh permohonan yang diajukan oleh Partai Beringin Karya (Berkarya), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Tiga partai ini dalam permohonannya ke MK mempersoalkan ihwal verifikasi partai politik (parpol) peserta pemilu dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” tegas Ketua Pleno Anwar Usman dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 48/PUU-XIX/2021 yang digelar di MK.
Mahkamah dalam pertimbangan hukum antara lain menyatakan substansi yang dipersoalkan para Pemohon pada hakikatnya sama dengan apa yang telah diputus Mahkamah dalam Putusan MK No. 55/PUU-XVIII/2020, meskipun para Pemohon menggunakan dasar pengujian yang berbeda dalam perkara a quo yaitu Pasal 1 ayat (2) juncto Pasal 22E ayat (1), ayat (2), ayat (3) UUD Tahun 1945.
“Namun esensi yang dimohonkan dalam perkara a quo adalah sama dengan perkara terdahulu yang mempersoalkan mengenai verifikasi partai politik, maka pertimbangan hukum dalam perkara a quo mutatis mutandis berlaku untuk permohonan a quo,” kata Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul yang membacakan pendapat Mahkamah.
Dengan demikian menurut Mahkamah, permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Alasan Berbeda
Tiga orang Hakim Konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi Suhartoyo, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Hakim Konstitusi Saldi Isra, memiliki alasan berbeda (concurring opinion) dalam putusan pengujian UU Pemilu ini. Intinya, ketiga hakim konstitusi tersebut tetap merujuk pendapat berbeda dalam Putusan MK No. 55/PUU-XVIII/2020.
“Kami menyatakan memiliki alasan berbeda (concurring opinion) dan kami menyatakan tetap dengan alasan hukum sebagaimana dikemukakan dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVIII/2020, bertanggal 4 Mei 2021, hlm. 64-71,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.
Dengan merujuk pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVIII/2020 di atas, verifikasi partai politik akan diberlakukan sama bagi semua partai politik peserta pemilihan umum.
“Dengan demikian, kekhawatiran para Pemohon mengenai adanya diskriminasi perlakuan terhadap partai politik peserta pemilihan umum tidak akan terjadi karena semua partai politik peserta pemilihan umum diberlakukan sama, yaitu harus dilakukan verifikasi administratif dan verifikasi faktual,” tegas Saldi.
Untuk diketahui, permohonan pengujian materiel UU Pemilu ini diajukan oleh tiga parpol yaitu Partai Beringin Karya (Berkarya), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Para Pemohon melakukan pengujian materiil Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu yang menyebutkan, “Partai Politik Peserta Pemilu merupakan partai politik yang telah ditetapkan/lulus verilikasi oleh KPU”.
Para Pemohon telah lolos verifikasi dan telah ditetapkan sebagai peserta Pemilu Tahun 2019 yang lalu. Para Pemohon termasuk sebagai partai yang tidak berhasil memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold, PT) sebagaimana ketentuan Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu yakni paling sedikit sebesar 4% dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.
Para Pemohon sangat dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu. Ketentuan pasal ini membebankan kewajiban bagi Pemohon untuk terus menerus melakukan verifikasi administrasi maupun faktual setiap saat akan mengikuti kontestasi pemilu yang memakan energi, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit sehingga apabila Pemohon tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk itu secara otomatis akan menghalangi para Pemohon untuk menggunakan hak politiknya mengikuti kontestasi pemilu.
Para Pemohon mendalilkan, verifikasi administrasi dan verifikasi faktual pada pokoknya adalah aspek teknis dan prosedural untuk memastikan partai politik yang ikut serta dalam pemilu adalah parpol yang memang memenuhi kualifikasi yang ditentukan peraturan perundang-undangan. Proses ini dapat diterima untuk diterapkan bagi partai politik yang baru karena keikutsertaannya dalam pemilu haruslah dilakukan pengecekan untuk memastikan akuntabilitas dan kapabilitasnya memfasilitasi pelaksanaan kedaulatan rakyat melalui pemilu.
“Namun bagi parpol yang telah mengikuti pemilu yang telah teruji kualifikasinya karena pernah dinyatakan lolos sebagai peserta dan diperbolehkan mengikuti kontestasi pemilu, pemberlakuan verifikasi administrasi dan faktual ulang itu menjadi tidak relevan. Hal ini dikarenakan parpol yang demikian telah lulus verifikasi administrasi dan faktual sebelum mengikuti pemilu periode sebelumnya. Kedudukannya berbeda dengan parpol yang sama sekali baru berdiri dan belum pernah mengikuti kontestasi pemilu. Parpol-parpol yang telah mengikuti pemilu telah membuktikan kiprahnya dan telah menjalankan fungsinya sebagai wadah bagi rakyat melaksanakan kedaulatan menurut Undang-Undang Dasar. Karena itu, perolehan suara yang didapat parpol dalam pemilihan sebelumnya, sekalipun kecil dan tidak berhasil memenuhi ambang batas parlemen 4% tidaklah dapat diabaikan begitu saja karena perolehan suara parpol itu adalah adalah wujud nyata bagian-bagian kedaulatan rakyat yang telah dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar,” papar Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum Pemohon, dalam persidangan pendahuluan yang digelar di MK saat itu.