ASPEK.ID – Amerika Serikat mengungkapkan penelitian terhadap Remdesivir dari Gilead Sciences menemukan adanya potensi obat tersebut untuk melawan COVID-19.
Dalam penelitian pada 1.063 pasien COVID-19 di rumah sakit, Remdesivir Gilead mempersingkat waktu pemulihan hingga 31 persen atau mencapai 11 hari dibandingkan pada pada mereka yang diberikan perawatan biasa yaitu 15 hari.
Usai obat Remdesivir dari Gilead Sciences yang diklaim dapat menjadi penawar Covid-19, membuat pasar keuangan dalam negeri akhirnya kompak pada perdagangan Rabu (29/4/2020), mendapat sentimen positif dari dalam dan luar negeri membuat.
Hal ini juga menjadi salah satu penyebab penguatan pasar keuangan Indonesia adalah Bank Indonesia (BI) yang kembali menebar optimisme.
Dilansir dari CNBC, indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di zona hijau sejak pembukaan perdagangan, hingga penutupan. Bursa kebanggaan Tanah Air ini mengakhiri perdagangan di level 4.576,323 atau menguat 0,83%, bahkan tidak jauh dari level tertinggi intraday 4568,665.
Berdasarkan data RTI, nilai transaksi Rabu kemarin sebesar Rp 6,05 triliun, dengan investor asing melakukan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 401,72 miliar di pasar reguler dan non-reguler.
Sementara itu, rupiah juga langsung menguat begitu perdagangan Rabu dibuka, bahkan langsung melesat 0,78% di Rp 15.260/US$. Level tersebut merupakan yang terkuat sejak 18 Maret.
Sebelumnya, pada selasa (28/4), rupiah ditutup pada level Rp15.380, melemah Rp70 dari hari sebelumnya Rp15.310 (27/4). Pergerakan nilai tukar dipengaruhi oleh faktor teknikal, yaitu kebutuhan valuta asing dari korporasi yang relatif tinggi sesuai pola historikalnya serta langkah pemerintah di berbagai daerah dalam penerapan PSBB yang oleh sejumlah pelaku pasar dipersepsikan akan berdampak menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, lembaga rating Fitch memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 sekitar 2,8% (yoy), lebih rendah dari tahun sebelumnya, meskipun masih lebih tinggi dari perkiraan Bank Indonesia yaitu sekitar 2,3% (yoy).
Sementara itu, beberapa faktor positif yang memengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu jumlah penawaran untuk lelang SBN yang tinggi, sebesar Rp44,4 triliun. Hal tersebut menunjukan minat investor asing dalam dan luar negeri untuk membeli SBN yang tinggi. Selain itu, penguatan futures saham di Amerika Serikat dan Eropa juga merupakan faktor positif yang memengaruhi pergerakan nilai tukar.
BI menyebutkan, secara keseluruhan, nilai tukar rupiah bergerak stabil dan cenderung menguat mengarah ke Rp15.000 pada akhir tahun, didukung oleh 4 faktor, yakni pertama, secara fundamental, nilai tukar Rupiah masih undervalued didukung oleh defisit transaksi berjalan Triwulan I akan lebih rendah dari 1,5% PDB dan secara keseluruhan pada tahun 2020 akan lebih rendah dari 2% PDB.
Penurunan defisit transaksi berjalan tersebut berarti bahwa kekurangan devisa akan lebih rendah sehingga mendukung penguatan nilai tukar rupiah ke arah fundamentalnya.
Kedua, Bank Indonesia akan selalu berada di pasar dan melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Ketiga, arus modal asing diprakirakan akan masuk ke Indonesia. Secara historis periode 2011 – 2019 di Indonesia, outflow relatif kecil dalam periode yang pendek dan diikuti dengan inflow yang besar dalam peiode yang panjang.
Data menunjukkan rata-rata outflow sebesar Rp29,2 triliun dengan durasinya sekitar 3-4 bulan dan diikuti inflow sebesar Rp229,1 triliun dengan durasi sekitar 21 bulan.