Arus kas PT Pertamina (Persero) diperkirakan akan mengalami defisit US$ 12,98 miliar atau Rp 190,8 triliun (kurs Rp 14.700) akhir tahun ini, hal ini disebabkan akibat dampak kenaikan harga minyak mentah dunia.
Hal itu dikatakan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani saat rapat bersama Badan Anggaran DPR RI.
“Untuk Pertamina arus kas defisitnya estimasinya mencapai US$ 12,98 miliar,” kata Sri Mulyani seperti dilansir dari Detik Finance. Kamis 19 Mei 2022.
Proyeksi itu didapat dari arus kas Pertamina yang sudah defisit US$ 2,44 miliar atau Rp 35,86 triliun per Maret 2022. Defisit terjadi karena ketika harga minyak mentah dunia naik, Pertamina tidak langsung menaikkan harga BBM di dalam negeri.
Sampai saat ini Pertamina masih menanggung selisih lebar antara harga jual eceran (HJE) dan harga keekonomian BBM. Pasalnya BUMN energi itu belum mendapat tambahan suntikan anggaran subsidi dan dana kompensasi dari pemerintah.
Selain itu, Sri Mulyani juga memperkirakan arus kas yang defisit terjadi pada PT PLN (Persero). Sebab, PLN belum menaikkan tarif listrik di tengah kenaikan harga komoditas energi.
“Defisit ini diperkirakan akan mencapai Rp 71,1 triliun untuk PLN,” ujarnya.