ASPEK.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia menerbitkan surat utang berdenominasi dolar AS atau global bond dengan tenor selama 50 tahun untuk pertama kali sepanjang sejarah.
Kebijakan ini dilakukan untuk mendukung pembiayaan negara dalam menghadapi pandemi virus Corona jenis baru atau Covid-19. Obligasi global atau surat utang global yang baru diterbitkan senilai US$ 4,3 miliar atau Rp 68,8 triliun (kurs Rp 16.000)
“Penerbitan tenor terpanjang yang pernah dilakukan oleh pemerintah ini secara implisit menggambarkan kredibilitas dan kepercayaan investor,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Selasa (7/4).
Sri Mulyani mengatakan surat utang seri RI0470 ini tanggal jatuh tempo 15 April 2070 dengan nominal penerbitan satu miliar dolar AS serta imbal hasil 4,5 persen dan dilakukan secara elektronik tanpa adanya pertemuan fisik dan tatap muka dengan calon investor.
Penerbitan obligasi valas ini juga merupakan pertama kali yang dilakukan negara Asia Tenggara atau negara berkembang Asia sejak adanya pandemi Covid-19 meski saat ini sedang terjadi volatilitas di pasar keuangan dunia dan tantangan dari lingkungan global.
“Kita memang memanfaatkan tenor 50 tahun ini karena preferensi investor global terhadap bond jangka panjang cukup kuat, sehingga kita bisa melakukan penekanan dan mendapatkan yield cukup baik serta merefleksikan risiko dan appetitte investor,” paparnya.
Pandemi Covid-19 yang membutuhkan kebijakan extraordinary dari Pemerintah dikatakan Sri Mulyani tentu berdampak pada postur APBN 2020. Tekanan terjadi pada penerimaan pajak, PNBP, bea cukai. Kondisi pelaku ekonomi dan penurunan harga komoditas berimbas pada penerimaan negara.
Namun, di saat bersamaan, belanja negara harus naik untuk kesehatan, bansos dan membantu pelaku usaha agar tidak melakukan PHK besar-besaran. Hal ini menyebabkan defisit melebar hingga 5%.
“Kita memperkirakan pendapatan menurun 10%. Belanja naik untuk mendukung sektor kesehatan Rp75 triliun, safety social net Rp110 triliun. Belanja yang tinggi untuk perlindungan masyarakat. Perkiraan defisit dari tadinya 1,76% dari PDB atau Rp307,2 triliun menjadi 5,07% atau Rp853 triliun namun kami upayakan di bawah 5%,” jelasnya.