ASPEK.ID, JAKARTA – Munculnya wacana peninjauan (pemeriksaan) kembali untuk perbaikan atau revisi terhadap Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) disayangkan oleh Senator asal Aceh, HM Fadhil Rahmi Lc MA .
Pasalnya, wacana revisi tersebut muncul ketika qanun tersebut justru akan diimplementasikan. Hal ini menurut dia, sekaligus menunjukkan bukti betapa tidak konsistennya kebijakan di Aceh.
Sehingga sangat wajar jika kemudian Aceh selalu terlambat maju, karena selalu sibuk berkutat pada hal-hal yang itu-itu saja.
“Kita terlalu sibuk terhadap hal-hal yang tidak perlu, wajar kita selalu berada di belekang,” kata Syech Fadhil, sapaan akrabnya dalam rilis yang diterima, Senin (5/7).
Syech Fadhil menjelaskan, Qanun LKS itu lahir sebagai tindak lanjut dari penerapan Syariat Islam dalam upaya mewujudkan pelaksanaan Syariat Islam secara kaffah di Aceh.
Qanun ini juga lahir atas kesepakatan Pemerintah Aceh dan DPRA dan mendapat dukungan penuh dari para ulama.
Kalau ternyata penerapan qanun itu kemudian menimbulkan masalah, Syech Fadhil menilai itu sebuah hal yang wajar.
“Setiap kebijakan itu ada plus dan minusnya. Demikian juga dengan Qanun LKS ini. Apalagi jalan menuju kebaikan itu memang tidak mudah,” ujar senator yang dekat dengan kalangan dayah ini.
“Sekarang tinggal bagaimana kita konsisten dengan pilihan yang sudah diambil. Jangan begitu muncul masalah, sibuk ingin ubah aturan,” sebutnya.
“Kalau begitu cara berfikirnya, dari awal tak perlu ada qanun LKS dan tak perlu ada Syariat Islam di Aceh,” tambah dia.
Syech Fadhil melihat, wacana revisi qanun itu muncul karena sejumlah keluhan yang sebenarnya tidak berdasar.
Di antaranya keluhan segelintir pengusaha yang mengaku harus memindahkan dananya ke luar Aceh.
“Berapa banyak pengusaha Aceh yang memindahkan dananya ke luar. Kalau memang besar dana yang berpindah ke luar, BI dan OJK pasti sudah panik,” cetus Syech Fadhil.
“Ini kita lihat mereka tenang-tenang saja. Itu karena uang yang berpindah itu tidak seberapa,” tambahnya.
Keluhan lainnya adalah terkait dengan pelayanan transaksi Bank Syariah Indonesia (BSI) yang bermasalah. Menurut Syech Fadhil, ini juga keliru. Karena tidak ada kaitan antara Qanun LKS dengan layanan BSI.
Menurutnya, ada kesan masalah layanan BSI ini diperlebar seakan-akan sistem perbankan syariah di Aceh tidak siap.
“Memangnya bank syariah di Aceh hanya BSI? Ada Bank Aceh, BCA Syariah, Maybank Syariah, CIMB Syariah, Permata Syariah, BTN Syariaha, Mega Syariah, dan masih banyak lagi. Layanan mereka tak ada masalah,”
“Jadi keliru kalau kemudian mengeneralisasi bahwa sistem syariah tidak siap dengan melihat kasus BSI,” sebut Syech Fadhil.
Kemudian masalah pertumbuhan ekonomi Aceh yang menurun, lagi-lagi ini tak ada kaitannya dengan Qanun LKS.
Syech Fadhil mengatakan, persoalana melemahnya ekonomi tidak hanya terjadi di Aceh, tetapi di Indonesia dan dunia. Hal itu terjadi karena pengaruh pandemi Covid-19 yang memukul semua sektor ekonomi.
“Setahu saya, ekonomi Aceh malah lebih karena penurunannya tidak setinggi nasional,” imbuhnya.
Terkait dengan layanan BSI, informasi yang diterima Syech Fadhil dari kantor pusat, bank tersebut saat ini sedang menyiapkan peluncuran penyaluran bantuan sosial (bansos)
“Kesepakatan dengan Kemensos, penyaluran perdana pada minggu ketiga Juli ini,”
“Termasuk launching BSI Smart Agen sebagai pengganti agen BRILink. BSI sedang allout menyiapkan pengganti BRILink,” ungkapnya.
Sahabat Ustaz Abdul Somad ini berharap Pemerintah Aceh dan politikus bisa bersikap bijak terkait wacana revisi ini. Jangan sampai nanti justru membuka celah masuknya kembali sistem konvensional ke Aceh.
“Dulu kita menyusun qanun ini karena tak ingin masyarakat Aceh hidup dengan riba. Sekarang malah ada wacana agar bank konvensional tetap membuka unit layanannya di Aceh. Ini kan sama seperti kita ingin kembali ke era jahiliyah,” tegasnya.
Oleh karena itu, Syech Fadhil berharap Pemerintah Aceh bijak dan arif menyikapi wacana revisi ini. Karena ini merupakan bagian dari menjaga konsistensi terhadap pilihan kebijakan yang sudah kita ambil dan menyangkut dengan umat.
Di samping itu, konsistensi kebijakan juga berpengaruh ke dunia usaha, karena akan memunculkan persepsi negatif.
Menurut Syech Fadhil, penerapan Qanun LKS telah membuat perubahan yang sangat besar dalam industri keuangan dan ekonomi di Aceh.
Perubahan itu tentu akan berimplikasi luas dan berdampak pada pengeluaran biaya yang tidak sedikit.
“Bank-bank itu telah mengeluarkan investasi yang sangat besar, menutup kantor konvensional, kemudian membuka unit syariah dan menyiapkan sistemnya,”
“Kalau kemudian regulasi diubah lagi, bagaimana persepsi mereka terhadap Aceh. Apakah lantas ketika qanun direvisi, bank konvensional masih bersedia masuk ke Aceh?
“Apakah mereka tidak trauma dan khawatir jika nanti mereka akan didepak lagi dari Aceh?” cecar Syech Fadhil.
Karena itu menurut Syech Fadhil, revisi Qanun LKS justru hanya menunjukkan bahwa Aceh tidak konsisten atas kebijakan yang telah diambil.
“Karena tidak konsisten, ya wajar saja investor malas ke Aceh,” ucapnya.
Terakhir, Syech Fadhil menyarankan Pemerintah Aceh agar berkonsultasi terlebih dahulu dengan ulama sebelum memutuskan melakukan revisi qanun.
“Dulu ketika Qanun LKS ini dibuat atas persetujuan ulama. Sekarang kalau mau direvisi lagi, sebaiknya tanyakan terlebih dahulu kepada ulama,” demikian Syech Fadhil Rahmi. []