ASPEK.ID, JAKARTA – Kompetensi kepemimpinan Gubernur Aceh, DPR Aceh, dan birokrasi di Aceh saat ini sangat rendah dibanding dengan anggaran yang dikelola. Ini menjadi penyebab sulitnya untuk keluar dari kemiskinan.
“Dilihat dari keberadaan APBA, Aceh masuk 5 terbesar dari 34 provinsi pada 2020. Tapi faktanya , Aceh terus terpuruk dalam kemiskinan sampai kini,” kata Dr Taufik Abdul Rahim, dosen Universitas Muhammadiyah Aceh, Rabu (28/4/2021),
Dalam Program Suara Publik TVRI, Taufik bersama Dr Amri dari Universitas Syiah Kuala, menyorot penyebab kemiskinan Aceh, salah satunya karena belanja operasional APBA sangat besar untuk kepentingan birokrasi ketimbang masyarakat.
“Gubernur Aceh telah melakukan kesalahan kebijakan yang fatal, karena dengan dana APBA yang tersebesar ke 5 di Indonesia tapi rakyatnya menjadi termiskin nomor 6 nasional. Sudah seharusnya Gubernur Nova Iriansyah membangun Aceh dengan serius berdasarkan indikator-indikator pembangunan yang dapat mereduksi kemiskinan,” ungkap Taufik.
Menurut Taufik, Gubernur Aceh dan pimpinan DPRA tidak bekerja maksimal untuk membangun Aceh. Selain anggaran belanja pegawai tinggi, juga cenderung APBA hanya di kuasai elit.
Buktinya serapan anggaran APBA 2021 masih tarik ulur. Taufik merincikan, sejumlah program yang disusun pada awal Irwandi-Nova hampir tidak dilakukan oleh Gubernur sekarang.
“Seperti pembangunan 6.000 Rumah Dhuafa dan program pro kesejahteraan lainnnya dari program Aceh Hebat telah beralih menjadi program Aceh Bereh yang tidak tertuang dalam RPJM,” tukasnya.
Pada kesempatan sama, dosen Unsyiah Dr. Amri menyatakan bahwa anggaran Aceh banyak sekali, tapi pemerataan ekonomi tidak dilakukan dengan baik.
Aceh seperti auto pilot, karena kemiskinan dan kesejateraan masyarakat Aceh tidak berdampak dengan adanya pemerintah Aceh.
“Selain Gubernur lemah, yang menyakitkan lagi Wagub juga tidak ada, fungsi wagub sebagai pengawas sebenarnya sangat penting bagi Aceh,” kata Amri
Ditambahkan juga, Gubernur harus mengakui data BPS, karena data BPS juga dipakai oleh kementerian. Tidak ada khilafiyah dengan kemiskinan Aceh, sudah valid dan sudah jelas alat ukurnya.
“Yang perlu diperbaiki adalah kebijakan Nova Iriansyah, perencanaan, dan manajemen anggaran di Aceh harus tepat sasaran untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” timpalnya.
Selain itu menurut Amri, untuk mengatasi kemiskinan harus adanya iktikat baik dari Gubernur Aceh. Jika pemerintah tidak memiliki iktikat baik mengurasi kemiskinan, maka apapun yang dilakukan oleh elemen lain tidak ada berguna apa-apa.
Amri menambahkan Gubernur Aceh dalam mengatasi kemiskinan di Aceh harus memiliki iktikat yang baik. Top manajemen dan kepemimpinan yang kuat menjadi indikator penting supaya masyarakat Aceh dapat keluar dari kemiskinan.
Kedua narasumber itu juga setuju bahwa salah satu strategi mereduksi kemiskinan di Aceh dengan cara memperbanyak serapan anggaran pada sektor pertanian, perikanan dan UMKM.
Idealnya harus banyak ketiga sektor itu serapan anggaran APBA karena masyarakat Aceh fokus pada sektor tersebut. Seharusnya APBA/APBK juga harus berbasis pada kepentingannya daerahnya.





















