ASPEK.ID, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) hingga kini belum melakukan penyesuaian terhadap harga Bahan Bakar Minyak (BBM), meski harga minyak dunia saat ini sedang anjlok.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan bahwa kini pihaknya masih melihat kemungkinan harga minyak akan berangsur naik.
OPEC dikatakan Nicke telah menyepakati pemangkasan produksi minyak mentah dunia sebesar 9,7 juta barel per hari sehingga diyakini akan membuat harga minyak mentah dunia meningkat.
“Diperkirakan harga minyak akan naik, pemerintah pun akan melihat dampak dari pemotongan produksi seperti apa. Tentu kita akan mengikuti aturan dari pemerintah,” kata Nicke dalam video conference, Kamis (30/4/2020).
Dijelaskan juga, dalam penentuan harga BBM, Pertamina menggunakan patokan harga minyak global dalam dua bulan ke belakang, sesuai ketentuan dari Kementerian ESDM.
“Jadi kalau lihat harga BBM yang berlaku hari ini (April), acuannya adalah harga minyak mentah pada Februari,” ujar Nicke.
Namun, penghitungan harga BBM bisa dijadikan indikator Mean of Platts Singapore (MOPS) atau Argus. MOPS saat ini terjadi anomali karena harga produk BBM yang impor lebih murah dibanding harga minyak mentah yang diproduksi di dalam negeri atau impor.
Sementara sekitar 70 persen produk yang dijual merupakan produksi di kilang nasional. Artinya penjualan produk BBM yang murni impor tidak sebanyak yang diproduksi di dalam negeri.
Jika ingin menggunakan cara yang cepat dan BBM yang murah, Pertamina bisa mengimpor seluruhnya dalam bentuk produk dan menutup kegiatan produksi.
Namun, kebijakan tersebut terkait dengan berbagai aspek seperti Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) hingga pekerja yang saat ini bekerja di kilang-kilang Pertamina.
“Kita bisa saja matikan kilang, beli BBM impor yang murah. Tapi nanti ekonominya mati semua. Menutup hulu juga perlu biaya, reaktivasi nantinya juga perlu biaya,” imbuhnya.