ASPEK.ID, JAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus mendorong masyarakat menggunakan transportasi massal, khususnya di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Kemacetan yang terjadi di Jabodetabek karena memakai kendaraan pribadi menyebabkan kerugian Rp71,4 triliun setiap tahun.
Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kemenhub, Polana B. Pramesti mengatakan, masih sedikit masyarakat di Jabodetabek yang menggunakan transportasi massal. Sehingga terjadi kemacetan di Jabodetabek.
“Sangat sedikit orang yang menggunakan angkutan umum massal. Tentu dengan demikian menyebabkan kemacetan serta tidak tertatanya transportasi publik dengan baik,” kata Polana, dalam acara Webinar, Rabu (28/4/2021).
Polanya menuturkan, dari hasil studi Bank Dunia di 6 kota metropolitan Indonesia pada 2019, Jabodetabek memiliki kerugian ekonomi paling tinggi akibat kemacetan.
Hal ini, dikaji dari sisi kerugian akibat bahan bakar minyak (BBM) dan juga waktu yang terbuang. Adapun 6 kota metropolitan yang dimaksud yakni Jabodetabek, Medan, Bandung, Semarang, Surabaya dan Makassar.
“Dari studi World Bank, kerugian ekonomi di Jabodetabek akibat kemacetan yang paling luar biasa, yaitu Rp71,4 triliun per tahun akibat pemborosan bahan bakar dan waktu yang hilang,” jelas Polana.
Dia menguraikan, pemborosan BBM yang terjadi akibat kemacetan di 6 kota metropolitan mencapai 2,2 juta liter BBM per hari. Sedangkan waktu yang terbuang karena kemacetan di 6 kota metropolitan ini mencapai 6 juta jam per harinya.
Kemacetan juga berdampak kepada kerusakan lingkungan yang juga menjadi bagian dari kerugian lainnya. Apalagi, transportasi menjadi penyumbang terbesar kedua emisi gas rumah kaca di sektor energi.
“Akibat berikutnya terjadi pemborosan BBM dengan 2,2 juta liter per hari di 6 kota metropolitan. Dan yang paling penting bagi masyarakat adalah kehilangan waktu. Nilai waktu menjadi sangat mahal. Nilai waktunya hilang 6 juta jam per hari di 6 kota metropolitan,” imbuhnya.





















