ASPEK.ID, JAKARTA – Menteri ESDM Arifin Tasrif dituduh ‘mengobrak-abrik’ lembaga BPH Migas. Arifin diduga melanggar regulasi proses hasil seleksi pengisian calon ketua dan anggota komite Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Kegiatan Pengangkutan Gas Bumi (BPH Migas).
“Semestinya yang menyelenggarakan seleksi ini adalah Sekretariat Negara, bukan Kementerian ESDM, karena BPH Migas merupakan lembaga langsung di bawah Presiden,” ucap Direktur Eksekutif The Jokowi Center Teuku Neta Firdaus, Selasa (27/4/2021) di Jakarta.
Teuku Neta menuturkan berdasarkan Pasal 47 Ayat (4) UU No. 22 Th 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, BPH Migas bertanggungjawab kepada Presiden. Tapi di Pasal 8 Ayat (2) PP No. 67 Tahun 2002 tentang BPH Migas, BPH Migas menyampaikan laporan kepada Presiden melalui Menteri ESDM.
“Artinya sebatas pelaporan saja, bukan Sub Ordinasi ataupun Komando di bawah Menteri ESDM. Ditambah juga dalam Perpres No. 68 Tahun 2015 tentang Kementerian ESDM, BPH Migas bukan merupakan unit dibawah KESDM. Dasar Hukum BPH Migas adalah PP No. 67 Tahun 2002 yang lebih tinggi dari Perpres Sehingga komando Menteri ESDM tidak dapat secara langsung kepada BPH Migas,” ungkapnya.
Dia menyatakan seharusnya panitia seleksi melibatkan seluruh wakil atau unsur masyarakat. Panitia Seleksi hanya beranggotakan Kementerian ESDM, Kemenpan RB, Kemensesneg, Kepolisian dan Akademisi.
Sedangkan unsur masyarakat seperti Badan Usaha dan Organisasi/Wakil/Tokoh Masyarakat (termasuk Pemerintah Daerah) tidak dilibatkan.
“Sehingga obyektivitasnya diragukan, mengingat BPH Migas berdiri dari 3 pilar, yaitu pemerintah, masyarakat dan badan usaha dan salah satu Tupoksinya (sesuai Pasal 8 UU 22/2001 tentang Migas) adalah menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM dan meningkatkan pemanfaatan gas bumi melalui pipa di seluruh wilayah NKRI,” jelasnya.
“Peserta 18 orang yang diluluskan dan pansel tidak meluluskan perwakilan dari BPH Migas diduga karena unsur kolusi dan nepotisme, obyektifitas kinerja pansel diragukan dan terlalu politis. Dipastikan yang diluluskan tersebut juga tidak paham tentang BPH Migas dan program-programnya,” gugat Teuku Neta.
“Sebaiknya proses seleksi komite saat ini dibatalkan dan membentuk pansel baru yang kredibel dan independen yang dibentuk langsung oleh Presiden RI melalui Sekretariat Negara,” pinta Teuku Neta.






















