Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Yukki N Hanafi, menerima laporan sejumlah kendala terkait masalah di sektor logistik ekspor impor, terutama berhubungan dengan kelangkaan peti kemas atau shortage container.
Persoalan lainnya ialah, mengenai tidak tersedianyaspacedi kapal karenafull book, penumpukan barang ekspor di lokasi pabrik yang bisa mengakibatkan stop produksi, hingga masih lemahnya ekosistem data di antara pelaku moda transportasi, pemilik barang, forwarder, dan instansi terkait.
“Kelancaran arus barang ekspor dan impor serta pembiayaannya dalam situasi pandemi yang dialami dunia saat ini menjadi kunci meningkatkan kinerja ekspor nasional. Hal ini pun menjadi sorotan para pelaku usaha, termasuk ALFI serta instansi dan kementerian terkait lainnya,” ungkap Yukki, Minggu (22/8/2021).
Situasi kelangkaan kontainer yang dialami juga oleh negara-negara di dunia diperkirakan akan mulai berkurang hingga akhir 2022. Apalagi, Indonesia termasuk negara yang dinilai paling siap menghadapi persoalan tersebut, karena tidak mengalami lockdown dalam mengatasi Pandemi.
Kelangkaan peti kemas di dunia yang masih terjadi hingga saat ini pada dasarnya dipicu akibat kondisi Pandemi Covid-19 secara global yang telah berlangsung hampir dua tahun terakhir.
Imbas situasi inipun telah mempengaruhi perilaku Industri Logistik akibat perubahan sektor industri sangat kuat, dimana Internasional Shipment sangat dipengaruhi oleh perdagangan dari dan ke Amerika sementara angkutan intra Asia dianggap kurang menguntungkan ataushallow marginsehingga secara daya tarik angkutan barang adalah menuju Amerika , Eropa baru kemudian Intra Asia
Kondisi inipun tak luput berdampak pada aktivitas perdagangan dari dan ke Indonesia dengan rute internasional, lantaran perdagangan impor dan ekspor di Indonesia memiliki kecenderungan menggunakan peti kemas berukuran 20 feet untuk importasinya , sedangkan eksportasinya menggunakan peti kemas 40 feet.
“Sehingga kondisi ini semakin membuat kelangkaannya menjadi lebih berat dan mengakibatkan kenaikan harga freight yang sangat ekstrim pada sejumlah rute pengiriman internasional,” kata dia.
Impor Indonesia yang lebih kecil tersebut menyebabkan rendahnya jumlah kontainer yang masuk ke Indonesia, selain itu terjadinya ketidakseimbangan arus kontainer ekspor dan impor Amerika Asia menaikkan harga container.
Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut kelancaran arus barang ekspor dan Impor di Indonesia dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19 saat ini masih harus berhadapan dengan isu-isu dilapangan, yaitu: soal kelangkaan peti kemas (shortage container), tidak tersedianya space di kapal (full book), isu penumpukan barang ekspor dilokasi pabrik yang bisa mengakibatkan stop produksi, serta lemahnya ekosistem data/komunikasi antar pelaku moda transport, pemilik barang, forwarder, dan Instansi/Lembaga Pemerintah terkait.
Karenanya, ALFI telah menyampaikan usulan ke Pemerintah RI guna mengatasi persoalan kelangkaan peti kemas dalam rangka mendorong kelancaran arus barang ekspor dan impor Indonesia;
Pertama, mengoptimalkan utlisasi perputaran peti kemas dengan mengupayakan pengeluaran / pemanfaatan peti kemas dengan status un-clearence (belum ada clearance) di setiap terminal Pelabuhan.
Kemudian, pihak pelayaran juga bisa secara transparan menyampaikan laporan lebih awal kepada eksporter dan instansi terkait jika memang kapasitas muat mereka bermasalah atau sudah penuh booking oleh eksportir. Kapasitas muat kapal utamakan peti kemas isi barang bukan peti kemas kosong (Reposition)
Kedua, diberikan relaksasi / kemudahan untuk pengalihan barang ekspor / finished goods dari pabrik ke gudang logistik, jika pabrik ada fasilitas pabean (KB atau KITE) maka telah di dukung pihak BC untuk memberikan kemudahan proses ijin relokasi sementara ini dari KB / KITE ke lokasi gudang PLB, TPS atau TLDDP (gudang umum dengan jaminan).
Selain itu, pengendalian teknis sarana muat peti kemas dan ketersediaan peti kemas nya dapat di awasi dan di monitor oleh instansi terkait maupun pengguna jasa.
Ketiga, optimalisasi keterlibatan pelaku logistik swasta nasional untuk mendukung proyek infrastruktur pemerintah. Dalam kaitan ini, percepatan dan kemudahan perijinan kegiatan berusaha segera dapat dirasakan pelaku usaha tanpa mengabaikan kepentingan negara yang lebih besar (praktik monopoli, larangan / pembatasan ekspor / impor dan sebagainya).
Keempat, pemberian subsidi kepada eksportir, khususnya komoditas yang memiliki daya saing tinggi (RCA >1) sehingga mampu mengubah cara pembayaran ekspor dari FOB menjadi CIF dan memilikibargainingterhadapbuyerdi luar negeri.
Kelima, memberikan subsidi kepada operator pelayaran sehingga mau melakukanrepositioning (repo) kontainer kosong yang masih tertahan di beberapa tempat.