Jakarta – Staf Khusus (Stafsus) Presiden Bidang Inovasi, Pendidikan, dan Daerah Terluar Billy Mambrasar mengatakan anggaran pendidikan tinggi di Indonesia masih di bawah standar dunia.
Menurut Billy, anggaran pendidikan tinggi di Indonesia hanya sebesar 0,9 sampai 1,6 persen dari total Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), sementara lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yakni Unesco menetapkan anggaran pendidikan tinggi minimal 2 persen.
“Anggaran pendidikan tinggi (Indonesia) itu dibawah 2 persen. Unesco badan resmi PBB merekomendasikan apabila sebuah negara ingin mendorong inovasi berbasis sumber daya manusia maka sejatinya setidaknya 2 persen dari APBN itu dialokasikan untuk pendidikan tinggi,” kata Billy di Obrolan Newsroom di YouTube Kompas.com, Jumat (5/7/2024).
“Kita ini di bawah rekomendasi Unesco. Semua pihak eksekutif legislatif kementerian, kita duduk sama-sama, ini harus diperbaiki,” ujar Billy.
Billy menjelaskan, selama ini pemerintah memberikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau sekitar Rp 665 triliun.
Dari angka tersebut, kata Billy, tidak semua anggaran ditujukan pada Kemendikbud Ristek, tapi sebesar 52 persen transfer daerah dan dana desa, 12 persen pengeluaran pembiayaan dan lain-lain. Kemudian 9 persen ke Kementerian Agama (Kemenag), 5 persen ke kementerian/lembaga lainnya, 7 persen anggaran pada belanja non kementerian/lembaga. Tersisa 15 persen untuk Kemendikbud Ristek atau jumlahnya sekitar Rp 987 juta, dari alokasi itu hanya 0,9 sampai 1,6 persen ditujukkan untuk pendidikan tinggi.
“Dari dana yang tersisa itu, itu hanya 0,9 sampai 1,6 persen yang diperuntukkan untuk pendidikan tinggi gimana mau cukup,” ujarnya. Baca juga: KIP Kuliah Tidak Tepat Sasaran, Stafsus Presiden: Perlu Ada Badan Pengawas Billy menilai dana alokasi anggaran itu tidak cukup untuk membiayai kebutuhan pendidikan tinggi yang berperan untuk memajukan bangsa. Negara maju pun, kata Billy, sudah memberikan anggaran yang besar untuk pendidikan tinggi.
“Singapura, Amerika saja itu untuk pendidikan tinggi (mengalokasikan anggaran) 10 persen sendiri untuk Singapura lebih lagi. Jadi ini pokok permasalahannya (Kekurangan anggaran),” ucapnya.
Billy melanjutkan, seharusnya pemerintah menaikan anggaran untuk pendidikan tinggi, selain untuk memajukan bangsa, akan berguna juga untuk membantu mahasiswa yang kurang mampu tetap mendapatkan akses pendidikan. Tambahan anggaran akan bisa digunakan untuk memberikan menggratiskan biaya pendidikan atau memberi beasiswa pada mahasiswa yang tidak mampu, dan melepas mahasiswa dari jerat pinjaman online.
“Jadi kalau dasarnya anggaran pendidikan aja sudah kecil, gimana caranya kita mengkondisikan agar negara mampu membayarkan kuliah anak-anak yang enggak mampu kalau anggarannya sudah kecil,” jelas Billy dikutip dari kompas.