Ekonom menyoroti rencana pembentukan Dana Investasi Nasional (DIN) akan berbenturan dengan keberadaan Lembaga Pengelola Investasi atau Indonesia Investment Authority (INA).
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyampaikan hal tersebut justru akan menyeret kepada tidak efisiennya lembaga baru tersebut, jika berdiri bersampingan dengan INA.
“Kalau fungsinya sama, menurut saya sih enggak perlu dibentuk. Kecuali ada otoritas yang berbeda yang lebih tinggi,” ujarnya.
Menurutnya, terdapat beberapa skenario bila pemerintah benar adanya membentuk lembaga baru berupa DIN.
Pertama, memfokuskan INA sebagai lembaga semi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), berada di bawah Kementerian Keuangan, serta terus mendapatkan suntikan negara.
Kedua, membedakan fokus bisnis dari masing-masing lembaga. Selama ini, INA cenderung fokus pada infrastruktur fisik, digital, kesehatan, serta energi baru terbarukan.
Ketiga, membatalkan pendirian Dana Investasi Nasional diiringi dengan penambahan tugas INA. Namun hal ini menurutnya perlu dikaji apakah INA tetap sebagai operator atau sekaligus berperan sebagai regulator.
Sebagai contoh, penambahan tugas bagi INA berupa penambahan dana kelolaan dan fungsi sehingga lebih besar. Alhasi, tidak perlu membentuk lembaga baru dan sebagainya, terlebih birokrasinya akan cukup mahal.
“INA bisa ditambah tugasnya. Tapi kalau bentuknya lembaga, bentuknya semi kepada bukan operator lagi, takutnya jadi regulator,” ujarnya dikutip dari bisnis Indonesia.
Ekonom Senior Samuel Sekuritas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi melihat kemungkinan kontraproduktif dari pembentukan lembaga penghimpun dana tersebut.
“Harusnya satu saja, karena sistemnya kan pool of funds. Mungkin bisa jadi nggak efisien,” tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas) sekaligus Wakil Komandan Tim Kampanye Nasional Pemilih Muda (TKN Fanta) Prabowo-Gibran, Anggawira, menyampaikan DIN bertujuan mengelola investasi negara untuk proyek bersifat strategis. Kemungkinan, katanya, DIN akan mengikuti model dari Arab Saudi dengan Public Investment Fund (PIF) ataupun Temasek milik Singapura.