Oleh Fikar W.Eda (Founder Desember Kopi Gayo)
TAKENGON — Lumayan luas cakupan Desember Kopi 2023 ini. Selain soal kopi, juga memberi perhatian khusus kepada jejak Gayo Prasejarah. Sebuah dialog digelar di kawasan wisata Lukup Penalam, Dedalu Aceh Tengah. Membahas dua hal: jejak Gayo Prasejarah dan Perempuan Sengkewe.
Menghadirkan nara sumber Dr Ketut Wiradnyana, MSi, ketua tim peneliti Ceruk Mendale, yang berhasil mengungkap kehidupan zaman batu di Gayo, pada 8400 tahun sebelum Masehi.
Dr Ketut Wiradnyana, M.Si menegaskan bahwa temuan arkeologi Ceruk Mendale bisa dikembangkan untuk kepentingan pariwisata yang akan memberi dampak ekonomi kepada masyarakat dan daerah.
“Kami sudah melakukan penelitian, dan hasil penelitian ini bisa dijadikan wisata prasejarah. Sekarang kembali kepada daerah, apakah mau memanfaatkannya untuk wisata atau tidak,” kata Dr Ketut yang baru saja kembali dari Yunan, China menyampaikan hasil temuannya dalam satu simposium di negara itu.
Dr Ketut mempersilakan pemerintah daerah mengolah lokasi galian arkeologi untuk kepentingan pariwisata yang pada akhirnya bisa berdampak ekonomi kepada masyarakat dan daerah. Hadir dalam dialog itu Kepala Dinas Pariwisata Aceh Tengah Zulkarnain, Pengukuhan Rumah Peradaban Gayoquine H Ramdhanu Martis, aktivis Maharadi, Syukri Tomas dari Bener Meriah, guru, seniman, termasuk penyair asal Jakarta Tatan Daniel, Mita Katoyo dan Yoppi Andri dari Yogyakarta.
Dialog dipandu founder Desember Kopi Gayo Fikar W.Eda.
Dr Ketut sempat mengunjungi Loyang Mendale dan Pukes, menyatakan bahwa areal galian sudah banyak yang rusak, tidak terawat dan dibiarkan begitu saja.
“Terus terang saya prihatin sekali melihat Loyang Mendale setelah datang dan menyaksikan kondisinya saat ini. Saya saja sedih, masa orang Gayo tidak sedih,” kata Dr Ketut.
“Saat kami melakukan penelitian, areal itu bersih, kinclong. Sekarang tak terawat, bersemak,” ujarnya.
Ia mengatakan temuan Ceruk Mendale mendapat perhatian besar dari dunia internasional karena sangat besar artinya bagi ilmu pengetahuan. “Tapi di sini, seolah tidak peduli,” ujarnya lagi.
Dr Ketut menguraikan kembali hasil penelitiannya terkait dengan migrasi manusia yang akhirnya sampai ke Mendale.
Bersama Ketut juga tampil Teri Endawahyuni, owner Jingki Roda Coffee Kampung Wih Ilang, Bener Meriah yang menyampaikan peran perempuan dalam siklus kopi mulai dari budidaya sampai jadi minuman.
Teri menggas wisata edukasi kopi kepada anak usia dini. Sejumlah siswa Taman Kanak-Kanak datang ke kebun Jingki Roda dan diberi pengetahuan tentang kopi, dari proses menanam sampai cupping. Semuanya dilakukan dengan gembira, sebagaimana gembiranya dunia anak-anak.
Masih terkait dengan kopi, delegasi Desember Kopi sempat mengunjungi Galeri Kopi Indonesia bertemu dengan Ir Salmi dan Sahru, ayah dan anak sama kreatifnya. Ayah dan anak ini pengelola lokasi Galeri Kopi. Ir Salmi memfokuskan diri pada Gayo Mountain Cigar, cerutu Gayo, dan Sahru fokus di usaha kopi.
Ir Salmi telah berhasil mengubah banyak hal tentang pengetahuan tembakau Gayo. Ia juga menjungkirbalikkan bahwa cerutu adalah kegemaran masyarakat kelas atas. “Saya mendekonstruksi itu semua. Bahwa di Gayo, siapa saja bisa menghisap cerutu, tak ada kelas,” katanya sambil tertawa.
Kamis (14/12/2023) petang Tim Desember Kopi berkunjung ke ASA Kopi dan diajak berkeliling di kebun kopi yang menerapkan sistem tanam pagar oleh pemilik ASA Kopi, Armiyadi.
Armiyadi, petani kopi futuristik menjelaskan secara detail dan berbagi pengetahuan dengan sederhana namun mengena, tentang cara bertani kopi. “Selama ini ada anggapan keliru, jadi petani itu susah, miskin dan Tidka memiliki martabat. Ini yang ingin saya bongkar,” katanya penuh semangat.
Tim Desember Kopi menyempatkan diri datang dan makan siang di Kafe Gaya Nggile, milik Duan Gasac. Ini kafe benar-benar gila, menyanyikan hal-hal yang unik dan gila. Tim Desember Kopi menikmati makan siang dengan menu cecah dan sayur labu jipang rebus dan telur dadar. Semuanya makan lahap.
Letak kafe itu di atas bukit. Pemandangan langsung Sungai Pesangan.
“Gayo Penuh Kejutan”
“Gayo penuh kejutan,” komentar penyair Tatan Daniel saat mengikuti seluruh agenda Desember Kopi sampai selesai.
Ia bertemu dengan banyak kalangan dan pelaku budaya. Ia sempat pula menyentuh tulang manusia pra sejarah di Loyang Pukes bersama arkeolog Dr Ketut Wiradnyana. “Saat menyentuh tulang-tulang itu, kita kemudian terhubung dengan kehidupan masa lalu, terpaut ribuan tahun,” komentar Tatan Daniel, salah seorang esais hebat Indonesia.
Ia juga menikmati kebersamaan yang diperlihatkan warga Buntul Sara Ine, Hakim Wih Ilang dalam Desember Kopi. Termasuk kegembiraan warga merayakan panen kopi.
Ia terpesona dengan nilai prasejarah di Loyang Pukes, Loyang Mendale dan Loyang Ujung Karang.
“Saya mengalami pengalaman baru. Saya menanam bibit kopi, memetik kopi, baca puisi di kebun kopi. Menikmati seni rakyat yang orisinil dan sebagainya. Itu semua adalah puisi. Saya akan menuliskan 100 puisi sekembali dari sini,” kata Tatan Daniel.
Kesan serupa dirasakan Muhammad Octanlvianus Masheka dan Mita Katoyo. Sesuatu yang tidak mereka temukan di Jakarta, mereka alami di Gayo.
“Pengalaman menakjubkan baca puisi di kebun kopi,” kata Octa.
Penulis Mita Katoyo juga berencana menuliskan pengalaman kunjungan ke Gayo dalam bentuk buku. “Banyak yang akan ditulis sekembali dari sini,” kata Mita yang telah menerbitkan delapan judul buku.