Jakarta – Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Hashim Djojohadikusumo mengatakan, penambahan utang pemerintah pada era presiden terpilih Prabowo Subianto akan dilakukan secara bertahap. Adik kandung Prabowo itu menyebut, penambahan utang baru oleh pemerintahan Prabowo akan dilakukan secara gradual selama lima tahun masa jabatan.
“Setiap tahun mungkin kita tambah 1-2 persen. So, tidak benar bahwa kita akan tambahkan utang nasional secara mendadak. Itu nanti gradual, secara pelan-pelan, mungkin selama 5 tahun, 10 tahun, kita tetap prudent,” ujarnya di Menara Kadin, Jakarta, Senin (7/10/2024).
Bahkan, kata Hashim, rasio utang pada pemerintahan Prabowo akan dijaga maksimal 40 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau di bawah ketentuan maksimal rasio utang dalam Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2003 yakni sebesar 60 persen dari PDB. Dalam dokumen rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025, sasaran rasio utang terhadap PDB ditarget pada kisaran 39,77 – 40,14 persen, lebih tinggi dari target tahun ini, sebesar 38,26 persen.
“Memang dibatasi oleh Undang-undang 60 persen, tapi kita tidak sampai 40 persen,” kata dia.
Target rasio utang ini melanjutkan keberhasilan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang per akhir Agustus 2024 berhasil menjaga rasio utang Indonesia sebesar 38,49 persen terhadap PDB.
“Sangat rendah, tidak sampai 40 persen dari GDP. Ini prestasi luar biasa. Malaysia, tetangga kita 61 persen dari GDP. Filipina 57 persen, Thailand 54 persen. Ini adalah kesempatan kita karena kita dianggap under-leverage. Kita semua pengusaha kan tahu ini under-leverage,” tuturnya.
Penambahan utang pemerintah juga akan dilakukan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian serta meningkatkan target penerimaan negara menjadi 23 persen dari PDB.
Adapun cara pemerintah Prabowo-Gibran menambah penerimaan negara di antaranya dengan membentuk Badan Penerimaan Negara maupun memaksimalkan penegakkan hukum dalam pemungutan pajak.
“Cara-caranya ada pakai AI, pakai IT dan kita akan capai 23 persen. Kita akan tunjukkan kepada anda Bank Dunia siap sedia bantu kita capai 18 persen, capai 23 persen kita tutup kebocoran-kebocoran dengan tidak menambah tarif pajak,” ungkapnya. Dikutip dari Kompas.com.
“Tidak ada kenaikan tarif pajak tapi pemerintah ingin yang semua wajib pajak bayar pajak,” tambah dia.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah berencana melakukan penarikan utang baru yang lebih besar pada 2025. Hal ini seiring dengan kebutuhan pemerintah menutupi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Berdasarkan dokumen Nota Keuangan Rancangan APBN (RAPBN) 2025, pada tahun pertama kepemimpinan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, pemerintah bakal melakukan penarikan utang baru sebesar Rp 775,9 triliun. Angka ini melonjak sekitar 40 persen dari outlook pembiayaan utang tahun 2024 sebesar Rp 553,1 triliun.
“Dalam RAPBN tahun anggaran 2025, pembiayaan utang direncanakan sebesar Rp 775.867,5 miliar yang akan dipenuhi melalui penarikan pinjaman dan penerbitan SBN, tulis pemerintah, dalam dokumen Nota Keuangan RAPBN 2025, dikutip Senin (19/8/2024). (Sumber: Kompas.com)