PT Krakatau Steel Tbk. (KRAS) akan menerapkan sejumlah strategi untuk melakukan penyehatan keuangan pada 2024, salah satunya membidik potensi proyek di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
KRAS sampai dengan kuartal III/2023 membukukan rugi bersih periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$61,40 juta atau sekitar Rp951,04 miliar. Berbalik dari laba yang diraih tahun sebelumnya yakni US$80,15 juta.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Tardi mengakui kinerja keuangan sepanjang tahun ini tidak akan lebih baik dari 2022. Musababnya, perseroan masih mengalami sejumlah tekanan, mulai dari pasar baja internasional yang melemah hingga turunnya permintaan.
Pada saat bersamaan, kinerja perseroan juga terpukul karena fasilitas pabrik Hot Strip Mill 1 (HSM 1) masih mengalami kendala. Sebagaimana diketahui, HSM1 mengalami kerusakan pada switch house finishing akibatnya fasilitas perusahaan ini berhenti beroperasi. Kendati demikian, dia menyatakan bahwa perseroan telah menyiapkan beberapa langkah untuk mengurangi tekanan tersebut. Contoh, mengoptimalkan subholding yang ada di Krakatau Steel sampai dengan mengoptimalkan proyek di IKN Nusantara.
“Serta memanfaatkan potensi-potensi seperti projek di IKN yang memberikan kontribusi signifikan” ujarnya dalam paparan publik secara daring Rabu (22/11).
Kuartal III/2023 KRAS Sebut Krakatau Posco Tambah Kapasitas Pabrik Baja 2024 PTPP Targetkan Divestasi Aset ke Krakatau Steel Rp400 Miliar Bulan Depan Tak cuma itu, Tardi menjelaskan bahwa perseroan juga akan mengoptimalkan kinerja dari subholding seperti PT Krakatau Sarana Infrastruktur.
Direktur Utama Krakatau Steel Purwono menjelaskan bahwa perseroan merugi dikarenakan KRAS masih harus menanggung beban keuangan sebesar US$97 juta, serta terdapat rugi atas selisih kurs sebesar US$1 juta.
Purwono mengatakan KRAS secara konsisten memberikan kontribusi positif kepada negara dalam bentuk pembayaran pajak hingga September 2023 sebesar Rp2,7 triliun. Di sisi lain, KRAS mencetak pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (Ebitda) sebesar US$27 juta hingga kuartal III/223. Hal ini dipengaruhi oleh capaian Ebitda KS Induk yang masih membukukan negatif sebesar US$38 juta pasca insiden HSM1.
“Namun, berkat sinergi bersama Krakatau Steel Group, capaian Ebitda masih membukukan positif dari subholding Krakatau Sarana Infrastruktur sebesar US$47 juta dan subholding Krakatau Baja Konstruksi sebesar US$13 juta,” kata Purwono dikutip dari bisnis indonesia.
Adapun perseroan mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 31,45% menjadi US$1,26 miliar atau setara Rp19,56 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$1,84 miliar. Pendapatan itu ditopang oleh penjualan produk baja lokal sebesar US$1,02 miliar dan penjualan ekspor US$54,38 juta. Kemudian pendapatan dari segmen sarana infrastruktur tercatat US$165,57 juta, rekayasa dan konstruksi sebesar US$7,2 juta dan jasa lainnya US$12,83 juta.