• Terbaru
  • Trending
Matinya Etika Pendengung Media Sosial

Matinya Etika Pendengung Media Sosial

Kalbe Farma-Genesis Healthcare Kembangkan Pemeriksaan Genetik

BNI Pinjam Rp1 Triliun ke Kalbe

Pagi ini, Jokowi ke Nusa Dua Buka GPDRR

3 Tujuan Ibu Negara Ikut Jokowi ke Ukraina

PUPR Bangun 83 Tower Rusun Tahun 2023

Ganja Diusulkan Jadi Komoditas Ekspor, Ini Respon Istana

RI 2 Dorong MUI Bikin Fatwa Ganja untuk Medis

Babak Baru Kerja Sama Energi Terbarukan RI dan PEA

3 Kendala Utama Pengembangan EBT di RI

5 Alasan Kaltim Jadi Ibu Kota Baru

Hong Kong Lirik Investasi di IKN

Mayjen TNI Rudianto Jabat Pangdam IV Diponegoro

Letjen Rudianto Jadi Kabais

Marsma Wahyu Hidayat Sudjatmiko Jadi Komandan Paspampres

Panglima TNI Mutasi 180 Perwira Tinggi, Ini Sejumlah Daftarnya

Potensi Cuan Formula E  Rp2,5 Triliun

Sirkuit Formula E Tak Boleh Jadi Balap Motor

Kejagung: Eks Dirut Garuda Tersangka Korupsi Pesawat

Urus KTP Tak Perlu Sertifikat Vaksin

Nama Jalan Diganti, 50 Ribu Blanko e-KTP Jakarta Disiapkan

  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Kontak
  • Iklan
Kamis, Juni 30, 2022
Aspek.id
  • HOME
  • BERITA UTAMA
  • NEWSHOT
    • Semua
    • BUMN
    • EKONOMI
    • ENERGI
    • INFRASTRUKTUR
    • LIFESTYLE
    • PERBANKAN
    • POLITIK
    • TEKNOLOGI
    • UMKM
    Kalbe Farma-Genesis Healthcare Kembangkan Pemeriksaan Genetik

    BNI Pinjam Rp1 Triliun ke Kalbe

    PUPR Bangun 83 Tower Rusun Tahun 2023

    Ganja Diusulkan Jadi Komoditas Ekspor, Ini Respon Istana

    RI 2 Dorong MUI Bikin Fatwa Ganja untuk Medis

    Babak Baru Kerja Sama Energi Terbarukan RI dan PEA

    3 Kendala Utama Pengembangan EBT di RI

    5 Alasan Kaltim Jadi Ibu Kota Baru

    Hong Kong Lirik Investasi di IKN

    Mayjen TNI Rudianto Jabat Pangdam IV Diponegoro

    Letjen Rudianto Jadi Kabais

    Marsma Wahyu Hidayat Sudjatmiko Jadi Komandan Paspampres

    Panglima TNI Mutasi 180 Perwira Tinggi, Ini Sejumlah Daftarnya

    Potensi Cuan Formula E  Rp2,5 Triliun

    Sirkuit Formula E Tak Boleh Jadi Balap Motor

    Kejagung: Eks Dirut Garuda Tersangka Korupsi Pesawat

    • POLITIK
    • BUMN
    • EKONOMI
    • INFRASTRUKTUR
    • ENERGI
    • TEKNOLOGI
    • LIFESTYLE
    • PERBANKAN
    • UMKM
  • MARKET
  • FIGUR
  • OPINI
Tidak DItemukan
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • BERITA UTAMA
  • NEWSHOT
    • Semua
    • BUMN
    • EKONOMI
    • ENERGI
    • INFRASTRUKTUR
    • LIFESTYLE
    • PERBANKAN
    • POLITIK
    • TEKNOLOGI
    • UMKM
    Kalbe Farma-Genesis Healthcare Kembangkan Pemeriksaan Genetik

    BNI Pinjam Rp1 Triliun ke Kalbe

    PUPR Bangun 83 Tower Rusun Tahun 2023

    Ganja Diusulkan Jadi Komoditas Ekspor, Ini Respon Istana

    RI 2 Dorong MUI Bikin Fatwa Ganja untuk Medis

    Babak Baru Kerja Sama Energi Terbarukan RI dan PEA

    3 Kendala Utama Pengembangan EBT di RI

    5 Alasan Kaltim Jadi Ibu Kota Baru

    Hong Kong Lirik Investasi di IKN

    Mayjen TNI Rudianto Jabat Pangdam IV Diponegoro

    Letjen Rudianto Jadi Kabais

    Marsma Wahyu Hidayat Sudjatmiko Jadi Komandan Paspampres

    Panglima TNI Mutasi 180 Perwira Tinggi, Ini Sejumlah Daftarnya

    Potensi Cuan Formula E  Rp2,5 Triliun

    Sirkuit Formula E Tak Boleh Jadi Balap Motor

    Kejagung: Eks Dirut Garuda Tersangka Korupsi Pesawat

    • POLITIK
    • BUMN
    • EKONOMI
    • INFRASTRUKTUR
    • ENERGI
    • TEKNOLOGI
    • LIFESTYLE
    • PERBANKAN
    • UMKM
  • MARKET
  • FIGUR
  • OPINI
Tidak DItemukan
Lihat Semua Hasil
Aspek.id
Tidak DItemukan
Lihat Semua Hasil
Home BERITA TERBARU

Matinya Etika Pendengung Media Sosial

Editor by Zamzami Ali
Oktober 19, 2019
in BERITA TERBARU, OPINI
Matinya Etika Pendengung Media Sosial

[Agus Zaini]

Digitalisasi memang tempat dimana kericuhan bermula. Awalnya, medsos bermanfaat guna merekatkan yang jauh, dan sebagai kanal berbagi informasi. Dalam perkembanganya, justru jadi semacam industri; yang bisa dipesan untuk rupa-rupa kepentingan; mulai dari memasarkan suatu produk hingga kampanye politik, bahkan pabrikasi fitnah.

Dampaknya, hoaks menjamur. Bagi pegiat medsos ‘bayaran’ apapun boleh dilakukan, termasuk melakukan fitnah. Maka tak heran, medsos, seperti Facebook ataupun Twitter dianggap memecah belah, menciptakan jurang polarisasi yang berujung pada kericuhan tak berkesudahan. Sudah banyak contoh kasus di hadapan; yang sebetulnya mengajak berpikir ulang; bahwa persoalan baru di depan mata. Ajakan menyemai literasi digital untuk berinternet sehat rasanya belum cukup.

Dalam hiruk-pikuk medsos, yang dikedepankan bukan argumen tetapi sentimen. Maka buku karangan Tom Nichols, berjudul The Death of Expertise(2017) menemukan pijakannya. Kepandiran tumbuh subur di dunia yang serba instan ini, profesor atau orang yang punya kepakaran dikalahkan oleh suatu akun (atau seseorang) yang mengantongi banyak followers. Bahkan jika terjadi silang pendapat, para pengikut itu mencaci maki lawan bicara tanpa ampun, menyerang secara kalap yang tendensius bersifat personal.

BacaJuga

BNI Pinjam Rp1 Triliun ke Kalbe

3 Tujuan Ibu Negara Ikut Jokowi ke Ukraina

PUPR Bangun 83 Tower Rusun Tahun 2023

RI 2 Dorong MUI Bikin Fatwa Ganja untuk Medis

3 Kendala Utama Pengembangan EBT di RI

Hong Kong Lirik Investasi di IKN

Padahal yang dibutuhkan bukan “berdebat” tetapi dialog bila ingin menggapai pencerahan dari berbalas cuitan. Berdebat hanya butuh retorika dan suara keras keroyokan. Sementara dialog semua pihak saling memahami, dan mencari titik temu; “saya benar, kamu belum tentu salah”.

Wahana Sangka Curiga

Selain mirip keranjang hoaks, medsos juga bergeser jadi wahana sangka curiga. Orang gampang berkomentar tanpa berhitung dampaknya, seolah tidak merasa memikul beban moral etik antar sesama. Kasus terbaru soal upaya pembunuhan Menko Polhukam Wiranto pada 10 Oktober 2019. Hampir saja ia meregang nyawa lantaran luka tusukan, namun ada saja yang beranggapan bahwa itu rekayasa.

Bayangkan, akun twitter @hanumrais enteng mencuit: “settingan agar dana deradikalisasi terus mengucur”. Bahkan ia menuding peristiwa itu hanya framming belaka. Tentu komentar Hanum atas Wiranto, sungguh melukai perasaan. Ia belum tentu mampu bertanggungjawab apabila dikejar pembuktian dari tuduhannya.

Sejak lama, teknologi informasi yang begitu pesat saat ini membuka kran kemungkinan manusia hidup dalam satu ruang. Kini tukang ojek bisa bersanggahan dengan seorang dosen, yang secara kapasitas jauh berbeda. Ada (being) atau kenyataan yang senyatanya melebur ke dalam dunia citraan. Mitos, gosip, dugaan saling berkelindan dalam dunia virtual.

Selain akun @hanumrais, akun instagram atas nama @rockygerung._ mengunggah gambar editan detik-detik penusukan Wiranto; “sudahlah pak wir, hentikan dramamu…” begitu potongan captionnya. Senada dengan hanum, gambar itu menggiring opini bahwa peristiwa itu sandiwara.

Rasanya saat ini publik sedang sakit, defisit simpati yang mungkin sudah berada pada titik nadir kebangkrutan. Banyak alasan, bisa karena kekecewaan berbeda pandangan atau beberapa alasan lain.

Komentar bernada miring juga datang dari akun Twitter dan Instagram mantan artis Marissa Haque. “Kemarin di TV saya ndak melihat ada darah di tubuh Pak W. Dan semua berita datang dari satu sumber video-HP dengan posisi adegan tertutup pintu mobil satu dengan kaca terbuka lalu pintu satunya dengan kaca tertutup ber-riben gelap,” cuitnya pada Jum’at, 11 Oktober lalu.

Sebagian besar netizen termasuk istri Ikang Fauzi itu, agaknya kerap terjebak pada alur berpikir yang mengada-ada, mengaitkan sesuatu yang konteksnya sangat jauh berbeda. Dan seolah-olah tahu persis apa yang terjadi. “Berita datang dari satu sumber video-HP”, katanya. Pertanyaannya, darimana ia tahu? Kalau bukan mengarang atau hanya dengar dari selentingan gosip.

Ujaran Marrisa dikategorikan false context, antara konten dan narasi salah atau tidak sinkron. Sekaligus ia melakukan misleading content yang memelintir konten untuk niatan menjelekkan. Pengalamannya syuting sebagai artis dengan mengilustrasikan kondisi kaca mobil yang terbuka pada peristiwa Wiranto, sangat tidak ada kaitannya. Selain hanya sebagai narasi tanpa data, yang ditujukan menyudutkan.

Deretan gelar akademik hingga level Doktor, ternyata tidak membuat Marrisa dan sebagian orang mampu berpikir logis dan bijak. Ternyata untuk bisa cerdas tidak selalu harus bergelar Doktor. Seperti diketahui, per 12 Oktober 2019 siang, postingannya telah dihapus. Artinya, dia mungkin sadar bahwa komentarnya bernada halusinasi.

Kasus Marissa itu diharapkan bisa jadi pelajaran bersama, bahwa lebih baik menahan diri berkomentar, ketimbang berhalusinasi, dan berujung malu sendiri. Cek dan ricek penting dalam bermedia sosial, ketimbang merasa paling benar. Apalagi sampai rela meninggalkan adab sebagai orang beragama untuk selalu berprasangka baik terhadap orang lain. Wiranto dan keluarga sedang berduka, jika tidak bisa memberikan doa, diam rasanya lebih dari cukup.

Michel Hardt dan Antonio Negri (dalam Empire, 2000) berpendapat dunia virtual (dalam bentuk medsos), sebuah dunia yang tak lagi punya batasan. Siapa yang sanggup membendung jalan pikiran orang. Tidak ada yang mampu mengukur kekuatan, termasuk nilai-nilai.

Jelas kita memasuki dunia yang melampaui ukuran. Teks-teks dan kode ditempatkan sebagai reproduksi wacana yang membentuk dunianya sendiri. Dalam cuitan akun Hanum dan akun instagram atas nama Rocky Gerung memperlihatkan, antara fakta, teks, penulis dan pembacanya mengalami keterpisahan.

Sementara pembaca yang menangkap pesan dari tools viral; punya kedaulatan sendiri saat melakukan penafsiran pada sebuah teks sesuai dengan kondisi sosio-kulturalnya masing-masing. Para penuduh dan tukang nyinyir atas peristiwa Wiranto, sebagian berasal dari oknum yang belum move on, yang mungkin berada pada barisan yang bersebarangan dengan Jokowi dan pemerintah.

Sehingga cuitan itu menggali lagi ingatan masa lalu berdasarkan pengalaman lantas dikonstruksi ulang, yang membangun relasi semantiknya sendiri dengan dunia. Jika kita pinjam pemikiran Jacques Derrida, Umberto Eco dan Paul Ricouer, bagi saya “dunia adalah teks yang memegang otoritas semantiknya sendiri”.

Singkat cerita, pengalaman sosio-kultural para pendengung; membentuk semacam structural conduciveness di mana berlangsung tindakan kolektif yang tergerak dari kesamaan nasib, barisan perjuangan, kemiripan pandangan ataupun ideologi. Histeria pun meletup yang mendorong orang jadi sangat diskriminatif dan di luar kebiasaan.

Sehingga lahir keyakinan umum, yang membentuk sebuah faktor precipitating (kecurigaan atau rasa cemas). Dengan begitu desas-desus dimobilisasi, sangka curiga gampang dipercaya sebagai kebenaran, lalu viral dan menular tanpa pengecekan ulang. Kemudian diikuti oleh orang lain dengan pikiran kolektif yang sama berdasarkan pengalaman kelompoknya.

Reaksi orang seperti Hanum; disebut sebagai milling, di mana proses kegelisahan tergugah; mengoyak emosional secara individu per individu yang membuat orang jadi mudah berubah irasional. Cuitan itu diarahkan mengaduk-ngaduk perasaan individu bagian dari kelompoknya sehingga bergerak dengan sangat emosional.

Kendati Prabowo Subianto yang pernah jadi rival Jokowi pada pilpres 2019 lalu, berjiwa besar dan menghargai proses demokrasi. Malah Ketua Umum DPP Partai Gerindra itu berkomitmen membantu pemerintah dalam membangun bangsa. Kenapa bekas pendukungnya malah nyinyir tanpa henti. Ringkasnya, kembali ke pembahasan awal, produsen informasi terbilang sangat subjektif dan tidak lepas dari kuasa kepentingan, sehingga memanipulasi informasi “dihalalkan” demi tujuan praktis mereka.

Jika dikaitkan dengan pemikiran Derrida, situasi itu bisa disebut sebagai interpretasi atas interpretasi (interpretation of interpretation) terhadap berita, teks-teks, desas-desus yang berserakan. Maka para pendengung medsos bebas melakukan rekontekstualisasi yang kemudian melahirkan tafsiran baru yang liar bahkan tanpa didukung data-data kuat; meskipun melukai kemanusiaan sekalipun.

Sebagaimana Hanum yang seolah bergembira dan memilih menyingkirkan empatinya atas peristiwa upaya pembunuhan yang menimpa Menko Polhukam, Wiranto.

Jakarta, 19 Oktober 2019

Agus Zaini (Tenaga Ahli Menko Polhukam)

Komentar
Tags: agus zainimedia sosialwiranto
Bagikan28Tweet17KirimBagikanBagikan5Kirim

Berita Terkait

Layanan Down, Facebook, WhatsApp & Instagram Minta Maaf Via Twitter

Layanan milik Facebook Inc., seperti Facebook, Instagram dan WhatsApp, down atau tidak bisa diakses di berbagai negara pada Rabu malam,...

WA, FB, & IG Down, Ini Penyebabnya

WhatsApp, Facebook, dan Instagram mengalami gangguan (down) sejak pukul 22.46 WIB.  Melalui akun Twitter resmi masing-masing, WhatsApp, Facebook, dan Instagram...

Ketua Wantimpres Wiranto Sampaikan Pesan Hari Kemerdekan RI ke-76

Ketua Wantimpres Wiranto Sampaikan Pesan Hari Kemerdekan RI ke-76

ASPEK.ID, JAKARTA - Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Jenderal TNI (Purn.) Dr. H. Wiranto mengatakan bahwa perbedaan yang ada di...

Tampilkan Lebih Banyak
  • Trending
  • Comments
  • Terbaru

Marsma Wahyu Hidayat Sudjatmiko Jadi Komandan Paspampres

PUPR Bangun 83 Tower Rusun Tahun 2023

Panglima TNI Mutasi 180 Perwira Tinggi, Ini Sejumlah Daftarnya

Ganja Diusulkan Jadi Komoditas Ekspor, Ini Respon Istana

RI 2 Dorong MUI Bikin Fatwa Ganja untuk Medis

Kalbe Farma-Genesis Healthcare Kembangkan Pemeriksaan Genetik

BNI Pinjam Rp1 Triliun ke Kalbe

Pagi ini, Jokowi ke Nusa Dua Buka GPDRR

3 Tujuan Ibu Negara Ikut Jokowi ke Ukraina

PUPR Bangun 83 Tower Rusun Tahun 2023

Ganja Diusulkan Jadi Komoditas Ekspor, Ini Respon Istana

RI 2 Dorong MUI Bikin Fatwa Ganja untuk Medis

  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Kontak
  • Iklan

© 2020 Aspek.id | PT. Aspek Citra Media

Tidak DItemukan
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • BERITA UTAMA
  • NEWS
    • POLITIK
    • BUMN
    • EKONOMI
    • INFRASTRUKTUR
    • ENERGI
    • TEKNOLOGI
    • LIFESTYLE
    • PERBANKAN
    • UMKM
  • MARKET
  • FIGUR
  • OPINI

© 2020 Aspek.id | PT. Aspek Citra Media