Fakta bahwa kerusakan lingkungan semakin hari semakian parah, termasuk di Aceh. Karenanya perlu perhatian serius dan kesadaran dari semua warga bangsa, termasuk para Hakim untuk menjaga hutan dan lingkungan hidup.
Hakim harus memiliki keberpihakan kepada lingkungan. Setiap hakim harus pro lingkungan. Putusan Hakim harus bermanfaat bagi alam dan lingkungan agar tidak terjadi perusakan lingkungan.
Dengan mengutip Al Quran, Surat Ar-Ruum ayat 41, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”, maka saya minta kepada para hakim agar benar-benar berpihak kepada alam dan lingkungan dalam membuat pertimbangan dan amar putusannya. Demikian ditegaskan oleh Dr Suharjono, Ketua Pengadilan Tinggi Banda Aceh saat membuka acara Training Hakim Mengadili Kasus Lingkungan dan Satwa Dilindungi di Hotel Kriyad banda Aceh, 15 – 16 Juni 2023.
Training ini diselenggarakan oleh Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAKA) bekerjasama dengan Pengadilan Tinggi Banda Aceh, dihadiri oleh 24 orang peserta yang merupakan para hakim yang diutus dari pengadilan negeri seluruh Aceh.
Badrul Irfan, Pimpinan HAKA dalam sambutannya menyatakan tujuan diselenggarakan kegiatan ini adalah untuk peningkatan kapasitas hakim dalam mengadili perkara-perkara lingkungan hidup, baik terkait satwa dilindungi maupun kasus lingkungan lainnya.
Untuk membahani kapasitas para peserta, panitia mengundang tiga orang Hakim Tinggi yang sudah berpengalaman sebagai pemateri, yaitu Syamsul Qamar, M.H., Ainal Mardhian, M.H., dan Dr Taqwaddin, S.H., S.E., M.S. Selain itu kami juga menghadirkan beberapa akademisi dan aktivis.
Merespon pertanyaan media mengapa pentingnya training ini, Taqwaddin yang juga Hakim Humas PT BNA menyatakan, “training ini penting sekali diikuti oleh para hakim agar mereka memiliki pemahaman terhadap isu-isu lingkungan. Sehingga, nantinya akan terjadi perubahan paradigma berpikir dari antropocentris menjadi ke ecocentrisme, yang pro lingkungan”.