Jakarta – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai Indonesia perlu belajar dari China agar produktivitas industri tekstil dan produk tekstil (TPT) meningkat dan lebih kompetitif dibandingkan eksportir TPT lainnya.
Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti mengatakan bahwa China, sebagai eksportir TPT yang unggul, turut mengalami masa-masa sulit seperti Indonesia saat ini.
“Namun, negara ini mampu melewati rintangan tersebut dengan baik,” kata Esther, dikutip Minggu (30/6/2024).
Esther, mengutip penelitian yang dilakukan terhadap Zhang, Kong, dan Ramu pada 2015 mengungkapkan bahwa industri TPT China sebelum reformasi kelembagaan pada 1978, juga sangat terbebani karena produktivitasnya sangat rendah dan tidak menjadi sektor prioritas pada saat itu.
Setiap fase reformasi kelembagaan secara efektif mendorong TPT dengan pertumbuhan tahunan rata-rata sebesar 14% dari 1978 hingga 2000. Lebih lanjut, Esther menuturkan, pemerintah China memberikan insentif yang mendukung untuk memperkuat industri TPT yang secara efektif disalurkan melalui dua jalur yang saling terkait.
Pertama, peningkatan teknologi, yaitu adaptasi mesin, pelatihan, evolusi organisasi, dan sebagainya. Agar peningkatan teknologi dapat berfungsi dengan baik, pemerintah setempat memberikan insentif guna menarik lebih banyak investasi asing langsung di sektor ini.
Kedua, peningkatan integrasi perdagangan internasional dengan pembatasan pada impor, mendukung ekspor, hingga kesepakatan perdagangan internasional. Esther menuturkan, setelah pemerintah China sebelumnya fokus pada kebijakan rantai pasok dalam negeri dan substitusi impor, kemudian secara bertahap bertransformasi menjadi kebijakan berorientasi ekspor pada awal 2000-an, melalui ekstensifikasi kesepakatan perdagangan.
“Karena itu, tidak mengherankan jika TPT China semakin meningkat, tidak hanya di pasar domestik tetapi juga di panggung internasional,” ujarnya.
Belajar dari China, Esther menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia harus fokus pada kebijakan yang meningkatkan investasi, baik dalam negeri maupun luar negeri, serta meningkatkan produktivitas tenaga kerja khususnya untuk menghubungkan rantai pasokan dalam negeri.
Setidaknya, dia mengungkapkan, sejumlah upaya yang perlu dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan industri TPT nasional. Hal pertama yang perlu diatasi, yakni dengan memahami secara bijak bahwa hambatan penting dalam berinvestasi di sektor ini adalah peraturan yang terlalu ketat mengenai kualitas air limbah yang bahkan lebih ketat dibandingkan negara lain dan rendahnya insentif investasi, terutama pada TPT perantara.
“Hal ini pada dasarnya memerlukan relaksasi peraturan kualitas air limbah yang setidaknya setara dengan negara lain dan insentif investasi khusus seperti tax holiday dan sebagainya,” jelasnya.