Anggota DPR RI Bukhori Yusuf mengkritik sikap pemerintah yang kukuh mengerjakan sejumlah megaproyek seperti pembangunan sepur cepat Jakarta-Bandung dan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan di tengah kondisi pandemi.
Akibatnya, anggaran negara turut terbebani oleh proyek mercusuar yang semestinya bukan proritas. Konsekuensi lainnya adalah utang Indonesia yang diprediksi kembali membengkak.
“Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) selama pandemi merupakan langkah pemborosan dan bukan prioritas yang dibutuhkan rakyat. Di sisi lain, alih-alih menyerap investasi dan tenaga kerja yang maksimal, sejumlah proyek justru menjadi beban bagi anggaran negara,” ujarnya dalam siaran persnya menanggapi dua tahun pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, Senin (25/10/2021).
Politisi dari fraksi PKS ini mengkhawatirkan nasib proyek IKN akan sama seperti proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang akhirnya menguras anggaran negara.
Sebelumnya pada 2016 silam, lanjut Bukhori, Presiden Jokowi sendiri yang sejatinya mengatakan tidak ingin proyek kereta cepat ini menggunakan APBN.
Namun demikian pada 2021, dirinya justru berbalik mengizinkan penggunaan APBN melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN).
“Walaupun alokasi APBN bagi pembangunan IKN hanya 19,2 persen dari total biaya keseluruhan yang mencapai Rp466,9 triliun, siapa yang bisa menjamin bahwa anggaran negara tidak lagi terkuras?” ungkap Anggota Komisi VIII DPR RI ini.
Menurutnya, pandemi telah membuat lesunya permintaan dan lemahnya minat investasi. Maka sangat berisiko dan tidak realistis berharap ada pihak swasta yang berkenan menutupi 81 persen sisa kebutuhan biaya IKN itu.
Ia meminta pemerintah mengerem pembangunan infrastruktur yang bukan prioritas, tidak produktif, apalagi yang dibiayai oleh utang.
Legislator dapil Jawa Tengah I ini menjabarkan, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sudah menembus lebih dari 40 persen atau nyaris mendekati ambang batas yang telah diatur UU Keuangan Negara, yakni 60 persen.
Bahkan, Lembaga riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memperkirakan utang pemerintah di akhir periode pemerintahan Jokowi-Ma’ruf akan membengkak menjadi Rp9.800 triliun. Pada Maret 2020, jumlah utang pemerintah tercatat sebesar Rp5.000 triliun.
Seiring bertambahnya kebutuhan untuk komponen penangangan pandemi, utang tersebut meningkat menjadi Rp6.500 triliun per Juni 2021.
Artinya, jumlah utang pemerintah rata-rata bertambah Rp102 triliun per bulan selama satu setengah tahun pandemi.
“Jangan sampai bangsa kita tergadai akibat jerat utang yang kontraproduktif. Pemerintah tidak boleh meninggalkan generasi setelahnya dalam keadaan lemah. Maka itu, saya meminta agar sejumlah megaproyek yang tidak prioritas bagi rakyat dibatalkan saja hingga kondisi fiskal kita membaik,” tegasnya.
Namun sebaliknya, tambah Bukhori, jika pemerintah tetap kukuh dengan proyek ambisiusnya, pihaknya yakin di akhir masa jabatannya, sejarah akan mencatat bahwa prestasi yang paling menonjol di era pemerintahan Presiden Jokowi adalah utang yang menumpuk.