ASPEK.ID, JAKARTA – Peneliti Makroekonomi Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI, Teuku Riefky, mengatakan, jika dilihat dari aspek pembiayaan utang terutama sumbernya, keputusan Indonesia untuk mengantongi utang baru dari Bank Dunia merupakan alternatif ideal.
Menurut dia, kondisi Indonesia membutuhkan pembiayaan yang relatif cukup besar. Sebagai contohnya, yakni dari segi kesehatan dan ekonomi.
“Kita lihat bahwa sejauh ini kondisi kesehatan kita belakangan mulai memburuk. Jadi, ini memang salah satu pertanda bahwa kita harus memperbaiki lagi kondisi dalam negeri. Ini memang juga belum kita bisa lihat stabil, dalam arti bahwa kita belum tahu sejauh mana kebutuhan pendanaan kita di kesehatan,” ujarnya dalam acara Market Review IDX Channel, Selasa (22/6/2021).
Dari aspek ekonomi, kata dia, hal ini membuat Indonesia memerlukan pendanaan yang siaga. Di mana, sejauh ini Indonesia memang memiliki margin utang yang sudah dilebarkan, yakni bisa melewati tiga persen hingga tahun 2023.
“Sejauh ini kita memiliki margin utang yang sudah dilebarkan, bisa lewat tiga persen hingga tahun 2023. Tapi kalau kita lihat beban pembiayaan utang kita ini di APBN sudah cukup tinggi. Jadi, ketimbang menerbitkan utang melalui instrumen normal yang relatif mahal yield-nya, saya rasa memang dari Bank Dunia ini adalah altenatif yang ideal di saat kondisi krisis seperti ini,” ungkapnya.
Indonesia baru saja berutang baru dari Bank Dunia. Jumlahnya sekitar USD1,7 miliar atau setara Rp24,6 triliun. Utang tersebut digelontorkan dalam tiga tahap untuk mendukung tiga program pemerintah Indonesia yang berkaitan dengan pemulihan ekonomi dan penanggulangan pandemi.