New York – Bank Dunia (World Bank) mengatakan banyak negara terjebak dalam status berpendapatan menengah (middle income trap) lantaran mengandalkan strategi kuno untuk beralih menjadi negara maju.
Mengacu dari laporan World Development Report 2024: The Middle Income Trap yang dirilis pada Kamis (1/8/2024), Bank Dunia melaporkan ada 108 negara diklasifikasikan sebagai negara berpendapatan menengah pada akhir 2024.
Adapun, negara-negara tersebut memiliki masing-masing produk domestik bruto (PDB) per kapita tahunan dalam kisaran US$1.136-US$13.845, atau sekitar Rp18 juta-Rp224 juta.
“Banyak negara-negara ini yang mengandalkan strategi kuno untuk menjadi negara maju. Mereka terlalu lama bergantung pada investasi—atau beralih ke inovasi sebelum waktunya,” jelas Kepala Ekonom Grup Bank Dunia dan Wakil Presiden Senior untuk Ekonomi Pembangunan, Indermit Gill, dalam keterangan resmi yang dikutip pada Jumat (2/8).
Dia menuturkan negara-negara tersebut perlu melakukan pendekatan baru. Pertama, negara berpendapatan menengah berfokus pada investasi, lalu menambah penekanan pada pemasukan teknologi baru dari luar negeri, dan terakhir menerapkan strategi tiga cabang yang menyeimbangkan investasi, pemasukan dan inovasi.
Hal itu, lanjutnya, meningkatkan tekanan demografi, ekologi dan geopolitik, maka tidak ada ruang untuk kesalahan. Direktur World Development Report 2024 Somik V. Lall menuturkan bahwa jalan ke depan tidak akan mudah. Namun, negara-negara mungkin membuat kemajuan bahkan dalam kondisi yang menantang pada saat ini.
Sebagai catatan, negara-negara yang “terjebak” tersebut merupakan rumah bagi 6 miliar orang atau 75% dari populasi global, dengan dua dari setiap tiga orang hidup dalam kemiskinan ekstrem. Negara-negara tersebut menghasilkan lebih dari 40% produk domestik bruto (PDB) global dan lebih dari 60% emisi karbon.
Negara-negara tersebut juga menghadapi tantangan yang jauh lebih besar dari pendahulunya yang dapat keluar dari perangkap pendapatan menengah. Hal ini karena populasi yang menua dengan cepat, meningkatnya proteksionisme di negara-negara maju, dan kebutuhan untuk mempercepat transisi energi.
Dalam laporan tersebut, Bank Dunia kemudian mengusulkan “strategi 3i” bagi negara-negara untuk mencapai status berpendapatan tinggi. Bergantung pada tahap perkembangannya, semua negara dinilai perlu mengadopsi campuran kebijakan yang berurutan dan semakin canggih.
“Korea Selatan menjadi contoh dalam ketiga fase strategi 3i. Pada 1960, pendapatan per kapita negara tersebut hanya sebesar US$1.200 dan pada akhid 2023 angka tersebut meningkat menjadi US$33.000,” tulis Bank Dunia.