Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengaku dana pembangunan base transceiver system (BTS) di Papua sudah melebihi anggaran. Direktur Utama Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kemenkominfo Fadhilah Mathar mengatakan hal ini dikarenakan banyak BTS yang sebenarnya sudah dibangun setengah jadi, tetapi harus diganti karena perusakan atau vandalisme oleh kelompok anti pemerintah RI.
“Sekarang pun itu sudah bengkak karena mereka sudah dibangun setengah jadi, kemudian karena ada kasus-kasus keamanan atau vandalisme, itu terpaksa harus ganti lagi,” ujar Fadhilah atau Indah kepada wartawan, Kamis (28/12/2023).
Indah mengaku, setiap membangun di daerah pedalaman pasti akan memakan anggaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya. Indah mencontohkan dengan kasus Palapa Ring Timur yang berlokasi di Papua. Menurutnya, saat pertama kali direncanakan, Palapa Ring Timur diperkirakan hanya memakan anggaran sekitar Rp2-2,2 miliar. Namun, dalam pelaksanaannya, anggaran bisa membengkak hingga Rp10 miliar.
“Karena perbaikannya harus menggunakan helikopter, itu sangat besar biayanya,” ujar Indah.
Deputi Project Directur PT SEI, salah satu kontraktor pembangunan BTS di Papua, Agus Purnama mengatakan ada satu unit BTS di Papua yang bahkan dirobohkan oleh pihak yang bersebrangan dengan pemerintah RI.
Agus bercerita, saat itu perusahaannya menerima laporan terkait sinyal internet yang terputus di Distrik Yotadi, Kabupaten Paniai, Provinsi Papua Tengah. Oleh karena itu, saat ingin pulang Agus dan tim menggunakan helikopter melihat site yang seharusnya menjadi tempat menara BTS. Agus mengaku mereka juga tidak berani untuk memantau BTS tersebut secara langsung karena lokasinya yang berada di zona merah.
Namun, alangkah terkejutnya mereka ketika dilihat menara BTS yang sudah rubuh, berikut dengan banyaknya alat-alat hilang karena dicuri. Padahal, perangkat sudah terpasang dan siap untuk on air.
“Itu kan pake guide mask. Selingnya itu yang ditarik. (Barang-barang) itu sudah hilang,” ujar Agus.
Agus pun memperkirakan kerugiannya bisa mencapai Rp1,5 miliar, jika mengikuti harga kontrak.