Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh membuka peluang untuk mengembalikan operasional bank konvensional ke Serambi Makkah. Salah satunya dengan revisi Qanun (peraturan daerah) Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
Setelah pemberlakuan Qanun LKS, seluruh bank konvensional tak beroperasi di Aceh. Saat ini, dua bank terbesar di Aceh yakni Bank Aceh Syariah dan Bank Syariah Indonesia (BSI). Serangan siber yang terjadi pada BSI, Senin (8/5/2023) lalu telah membuat perekonomian masyarakat terganggu.
Direktur Lembaga Riset Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) sekaligus pengamat ekonomi syariah, Yusuf Wibisono berharap agar masyarakat Aceh tetap tenang dan mengambil keputusan secara jernih. Masyarakat diimbau tetap mendukung bank syariah dan tidak beralih kembali ke perbankan konvensional. Staf pengajar di Universitas Indonesia (UI) itu berharap masyarakat Aceh tidak tergesa-gesa merevisi Qanun LKS dan mengizinkan kembali bank konvensional di Aceh.
“Kekecewaan masyarakat Aceh atas lumpuhnya layanan BSI hingga lima hari sangat bisa dipahami. Kasus ini memang sangat fatal dan tidak dapat ditoleransi, terlebih terjadi di bank syariah terbesar di Indonesia. Kasus ini menjadi salah satu pengalaman terburuk masyarakat kita terhadap perbankan,” kata Yusuf, Selasa (23/5/2023).
Ia menekankan, qanun LKS adalah salah satu batu lompatan terpenting perbankan syariah Indonesia dan bahkan juga bagi perbankan syariah dunia.
“Kita berharap eksperimen Aceh dengan full-pledged Islamic financial system di bawah qanun LKS ini dapat terus dilanjutkan dan menjadi role model bagi daerah lain, bahkan bagi dunia internasional,” ungkapnya disadur dari republika.
BSI juga secara intens melakukan normalisasi layanan secara bertahap. Pada Selasa (9/5/2023) atau sehari setelah serangan, nasabah bisa melakukan transaksi di jaringan cabang dan ATM BSI yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun, baru pada Kamis (11/5/2023), BSI Mobile sudah dapat digunakan untuk bertransaksi oleh nasabah dengan fitur yang lebih lengkap.
Terhadap rencana revisi itu Pj Gubernur Aceh juga telah menyerahkan rencana perubahan qanun LKS tersebut kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk kemudian dapat dilakukan pembahasannya oleh parlemen Aceh. Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA menyebut pemerintah Aceh sepakat atas rencana revisi Qanun LKS, dan secara khusus juga telah menyurati DPRA sejak Oktober 2022 lalu terkait peninjauan peraturan tersebut.
Wacana perubahan tersebut merupakan aspirasi masyarakat terutama para pelaku dunia usaha apalagi dengan adanya kendala yang menimpa BSI baru-baru ini. Sampai saat ini, infrastruktur perbankan syariah di Aceh dinilai belum bisa menjawab dinamika dan problem sosial ekonomi, terutama berkenaan dengan realitas transaksi keuangan berskala nasional dan internasional bagi pelaku usaha.