Jakarta – Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) RI Hilman Latief mengatakan Kemenag tidak melakukan jual beli kuota haji tambahan dari Pemerintah Arab Saudi untuk dijadikan kuota haji khusus. Dia membantah tudingan Komisi VIII DPR RI yang menilai adanya indikasi dugaan korupsi dalam penyelenggaraan Haji 2024.
“Kemenag tidak jualan kuota. Dalam MoU antar menterinya [Kemenag-Menteri Haji Saudi] angkanya memang segitu, kan kita tidak boleh jual-jual sembarangan,” katanya, Senin (15/7/2024).
Hilman menyatakan sangat senang saat mengetahui adanya tambahan kuota haji 20.000 tersebut. Dia mengatakan bahwa pihaknya berupaya mengatur pembagian kuota hingga pemberian layanan kepada jemaah, saat masih di Indonesia dan di Tanah Suci.
“Kementerian Agama juga senang dan sekaligus juga berpikir keras. Kira-kira bagaimana cara membawanya ke sana? pembagiannya, kemudian juga layanannya di Tanah Air, layanannya di sana, dan seterusnya. Dan kami juga berangkat ke Tanah Suci, berdiskusi dengan Kementerian Haji dan Umroh terkait dengan kuota ini,” ujarnya.
Hilman mengatakan alasan pengalihan tambahan 10.000 kuota haji ke haji khusus, salah satunya atas hasil perhitungan simulasi kepadatan yang dilakukan Kemenag RI dengan Kementerian Haji Arab Saudi. Dia menjelaskan bahwa kuota untuk haji khusus yang diambil dari kuota tambahan adalah ketentuan dari pihak Kerajaan Arab Saudi, jika tidak ada persetujuan dari Arab Saudi maka tidak akan bisa diproses.
“Tambahan yang ada kemudian kita diskusikan yang paling memungkinkan. Karena itu sudah kita hitung juga kalau kita tambah full berapa kira-kira kepadatan [di Mina] akan bertambah,” ucapnya.
Adapun dia mengungkap hal utama yang menjadi pertimbangan adalah kepadatan jemaah haji dengan penambahan kuota tersebut. Kemenag dan Kementerian Haji menyoroti simulasi saat puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).
Pasalnya, Kemenag mengingat kapasitas Mina yang terbatas dan tenda-tenda di maktab yang sempit. Dia menjelaskan bahwa di Mina terdapat 5 sektor dan jemaah Indonesia biasanya ditempatkan di sektor 3 dan 4. Sedangkan, untuk sektor 1 dan 2 diperuntukkan bagi jemaah haji khusus. Adapun di sektor 3 dan 4, jemaah Indonesia bersempit-sempitan dengan jemaah lainnya, bukan hanya dari sesama
Indonesia tetapi juga berbagi dengan jemaah dari negara lain, di antaranya, Malaysia, China, dan Filipina. Kemudian, Hilman menegaskan bahwa dirinya tidak bisa membayangkan kepadatan yang akan terjadi jika kuota tambahan sebanyak 20.000 tersebut untuk jemaah haji reguler dengan maktab yang terbatas.
Pada akhirnya, dengan alasan kepadatan dan keamanan, pihak Kemenag RI memutuskan untuk memasukkan kuota haji tambahan ke zona 2 yang relatif masih kosong, dengan jalur yang biasanya diperuntukan untuk jemaah haji khusus.
“Nah kemudian di situlah didorong ke zona 2, yang relatif masih kosong tapi itu beda jalur biasanya dipakai oleh haji khusus,” katanya.
Hilman mengungkap bahwa hal itu merupakan rekomendasi dari Kementerian Haji Arab Saudi pada Januari 2024, dengan tambahan 20.000 kuota itu dibagi rata antara reguler dan khusus.
“Jadi betul ada situasi-situasi teknis, hasil kajian teknis yang kemudian kita simulasikan seperti itu (dialihkan). Jadi bukan dijual, karena Kemenag juga tidak jualan kuota,” ucapnya.
Berdasarkan rekomendasi tersebut, Kemenag RI telah berupaya menyampaikan informasi pembagian kuota haji itu kepada Komisi VIII DPR RI. Namun, menurut Hilman, saat itu berdekatan dengan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, sehingga penyampaian informasi tersebut tersendat.
“Ada Undang-Undang. Ada aturan di sana, ada kesepakatan menteri di sana, jadi bukan Kementerian Agama jual ini, tidak lah,” tambahnya.