Jakarta – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) buka suara mengenai kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dialami oleh ribuan karyawan PT Bank Commonwealth di seluruh Indonesia. Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker Indah Anggoro Putri menyampaikan, sejauh ini pihaknya belum mendapat laporan, baik dari pihak manajemen bank maupun serikat pekerja.
“Belum dapat kabar,” kata Indah, Selasa (23/7/2024).
PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP) resmi mengakuisisi 99% saham dari unit usaha Commonwealth Bank of Australia (CBA) yakni PT Bank Commonwealth (PTBC). Dengan demikian, saham PTBC sepenuhnya dimiliki oleh Bank OCBC efektif 1 Mei 2024.
Kegiatan operasional PTBC masih berjalan secara mandiri hingga proses merger yang dijadwalkan rampung paling lambat kuartal IV/2024. Aksi korporasi tersebut menimbulkan dampak PHK terhadap sekitar 1.146 karyawan PTB. Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Opsi) mengungkap, PHK sudah mulai dilakukan bertahap sejak April 2024 dan terus berlangsung hingga proses akuisisi berakhir pada Desember 2024.
“Sedang berproses, sebagian sudah ada [yang di PHK],” ungkap Saepul, Selasa (23/7/2024).
Pada November 2023, dia menuturkan bahwa para karyawan secara mendadak diinformasikan bahwa PTBC akan diakuisisi oleh OCBC. Kabar tersebut lantar membuat karyawan terkejut dan khawatir lantaran kala itu tidak ada kejelasan dan penjelasan mengenai kelangsungan kerja, nasib, dan masa depan karyawan.
Tak lama setelah pengumuman tersebut, Manajemen PTBC menyatakan akan melakukan PHK terhadap seluruh karyawan dan menawarkan kompensasi berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, uang pisah dan kebijakan tambahan untuk masa kerja tertentu. Kemudian dalam perkembangannya, PTBC menetapkan bahwa Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) akan diperhitungkan sebagai bagian dari pembayaran uang pesangon. Rencana tersebut mendapat penolakan dari serikat pekerja.
Menurutnya, PTBC tidak bisa mencampuradukkan dana pensiun dengan uang pesangon lantaran dapat merugikan karyawan. Apalagi, ketentuan tentang DPLK sebagai bagian dari uang pesangon tersebut baru lahir melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja. Jika DPLK akan dijadikan sebagai bagian dari pembayaran yang pesangon, menurutnya, penghitungannya harus dimulai dari 2021 sejak terbitnya beleid tersebut.
“Itupun tidak termasuk dana pengembanganya, karena berdasarkan PP No. 35/2021, hanya iuran yang diperhitungkan, tidak termasuk dana hasil pengembangannya,” jelasnya dikutip dari bisnis.com.
Oleh karena itu, Opsi mendesak Manajemen PTBC untuk memisahkan DPLK dari perhitungan pesangon dan hak-hak lainnya, setidak-tidaknya dari 2021 ke belakang, sebelum PP No. 35/2021 diberlakukan. Dalam hal DPLK diperhitungkan sebagai bagian dari uang pesangon, maka pihaknya meminta agar hanya akumulasi besaran iurannya saja yang diperhitungkan sesuai ketentuan Pasal 58 PP No. 35/2021, serta tidak termasuk dana hasil pengembangannya.
Selain itu, serikat pekerja mendesak agar upah yang menjadi dasar perhitungan uang pesangon dan lain-lain, harus meliputi komponen tunjangan tetap, sesuai ketentuan Pasal 54 PP No. 35/2021. Seiring dengan hal tersebut, pihaknya meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk tidak memberikan kemudahan dalam proses akuisisi selama permasalahan tersebut belum menemukan titik terang. Menurutnya, segala bentuk PHK secara pihak harus dicegah selama permasalahan tersebut masih berlangsung.
Dalam hal ini, kata dia, karyawan harus tetap bekerja dan dipekerjakan seperti biasa serta upah dan hak-hak lainnya harus tetap dibayarkan sebagaimana mestinya. Opsi turut meminta Kemnaker untuk memantau dan mengawasi agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak hukum pekerja di PTBC.
“Mendesak kepada PT. Bank OCBC NISP untuk mensyaratkan adanya penyelesaian yang tuntas atas permasalahan di atas sebelum benar-benar melakukan akuisisi terhadap PT Bank Commonwealth,” tegasnya.