Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Ad Interim Erick Thohir mengatakan, pemerintah serius mengembangkan ekosistem mangrove terkait dengan potensi tangkapan karbon dari tanaman pesisir tersebut. Menurut Erick, potensi mangrove terbilang besar dalam menyerap karbon hingga 3,3 gigaton Co2 di dalam negeri. Potensi itu melebihi kemampuan hutan tropis.
“Kemampuan ekosistem mangrove dalam menyerap dan menyimpan karbon dengan kepadatan yang melebihi hutan tropis telah menarik perhatian dunia,” kata Erick di agenda COP28 Dubai, dikutip dari siaran pers Minggu (10/12/2023).
Angka tersebut, menurut Erick, setara dengan 3,36 juta hektare (ha) kawasan mangrove dengan potensi valuasi ekonomi mencapai US$16,5 juta. Dia menuturkan Indonesia telah menanam lebih dari 265 juta mangrove sejak 2020 lalu.
“Menciptakan inovasi dan pendanaan berkelanjutan sangatlah penting. Dalam hal investasi, minat masyarakat terhadap ekosistem karbon biru berpotensi mencapai US$10 juta yang berasal dari korporasi dan investor,” kata dia.
Dia menambahkan, peran swasta dapat dikatalisasikan ke dalam program restorasi dan konservasi mangrove di seluruh dunia. Dia menegaskan mulai tahun ini akan dilakukan percepatan restorasi 75.000 ha lahan mangrove dan konservasi seluas 400.000 ha yang ditargetkan selesai pada 2024.
“Bisnis yang produktif dan berkelanjutan memiliki peran vital dalam menciptakan mekanisme pasar jangka panjang untuk membuktikan bahwa mangrove lebih bernilai saat hidup dibandingkan saat rusak,” kata dia.
Kepada para peserta acara tersebut, dia menyampaikan Indonesia berpengalaman dalam model bisnis ekosistem mangrove seperti karbon biru, budidaya perikanan yang berkelanjutan, dan pengembangan perikanan yang menghasilkan keuntungan finansial sekaligus membangun masyakat pesisir yang tangguh dan bermanfaat bagi lingkungan.
“Sementara itu, untuk mencapai target restorasi dan konservasi nasional, kami telah melaksanakannya secara pentahelix, yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan mulai dari pemerintah, sektor swasta, LSM, filantropi, dan komunitas local,” tuturnya.
Dirinya mencontohkan bahwa Indonesia telah mendirikan 30 pusat pembibitan untuk mendukung restorasi mangrove, antara lain G20 Mangrove Showcase di Bali.
“Kami berharap dapat berkolaborasi dengan banyak pihak untuk memastikan masa depan yang berkelanjutan bagi dunia kita, untuk saat ini dan juga di masa depan melalui pengelolaan mangrove,” tuturnya.
Adapun, acara Delivering Global Action On Mangrove Restoration And Protection’ di Dubai tersebut dihadiri pula oleh Menteri Perubahan Iklim dan Lingkungan UAE, Menteri Lingkungan, Konservasi Alam, dan Nuklir Jerman, Menteri Kehutanan Korea Selatan, Menteri Lingkungan dan Perubahan Iklim Brasil, Menteri Pembangunan Berkelanjutan, serta Perubahan Iklim, dan Manajemen Resiko Bencana Belize, Menteri Lingkungan Nigeria.