ASPEK.ID, JAKARTA – Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan bahwa ,kenaikan tarif ojek online (ojol) bukan solusi yang tepat untuk mengerek pendapatan pengemudi.
YLKI sendiri menolak usulan asosiasi pengemudi ojek online Jabodetabek yang meminta pemerintah menaikkan tarif batas bawah atau TBB sebesar 25 persen.
“Persoalan besar-kecilnya pendapatan pengemudi bukan pada tinggi-rendahnya tarif. Namun karena aplikator jor-joran menambah jumlah pengemudi,” kata Tulus seperti dilansir dari laman Tempo, Sabtu (8/2).
Akibat rekrutmen pengemudi yang disinyalir tak dibatasi itu, Tulus berpendapat bahwa rekrutmen pengemudi yang tidak dibatasi berakibat pada persaingan antar-mitra semakin ketat.
Mitra pengemudi juga relatif semakin sulit memperoleh penumpang. Sebab, pertambahan jumlah pengemudi tak berbanding lurus dengan jumlah penumpang.
Sehingga, sebesar apa pun tarif ojek naik, kebijakan tersebut tak akan banyak berdampak terhadap pendapatan pengemudi. Ketimbang menaikkan TBB ojek online, Tulus meminta Kementerian Perhubungan berfokus mengatur kuota pengemudi.
“Regulator perlu menekan aplikator agar tidak seenaknya menambah pengemudi baru,” tuturnya.
Asosiasi pengemudi ojek online wilayah Jabodetabek sebelumnya mengusulkan kenaikan diberlakukan untuk tarif batas bawah atau TBB. Besaran kenaikan yang diusulkan dari sebelumnya Rp 2.000 menjadi Rp 2.500 per kilometer.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi memastikan usulan ini akan lebih dulu dibahas oleh pemerintah bersama tiga aplikator, yaitu Grab Indonesia, Gojek, dan Maxim.
Kemenhub juga akan meminta pertimbangan dari YLKI yang mewakili suara konsumen untuk mengetahui dampak apa yang dirasakan di masyarakat.
Budi Setiyadi menyebut bahwa kemungkinan tarif ojek online atau ojol akan mengalami kenaikan.
“Mungkin, kenaikan hanya di Jabodetabek. Yang lain masih dengan tarif yang sekarang,” ujar Budi Setiyadi di Jakarta, Jum’at (7/2).
Budi Setiyadi menyatakan, kenaikan ongkos jasa ojek online diperkirakan hanya terjadi di wilayah ibu kota dan sekitarnya karena usulan evaluasi ini bersifat terbatas.
“Usulan tersebut berasal dari asosiasi pengemudi di Jabodetabek,” katanya.
Asosiasi pengemudi ojek online di Jabodetabek sebelumnya dikatakan Budi, meminta tarif jasa disesuaikan dengan kenaikan upah minimun provinsi atau UMP dan kenaikan premi iuran BPJS Kesehatan.
Sekedar informasi, pada Mei 2019 lalu Kemenhub menerbitkan tarif
ojek online yang dibuat berdasarkan zonasi yang rinciannya adalah sebagai
berikut:
Zonasi I
Tarif Batas Bawah : Rp 1.850/Km
Tarif Batas Atas : Rp 2.300/Km
Biaya Jasa Minimal : Rp 7.000-Rp 10.000/Km
Zonasi II
Tarif Batas Bawah : Rp 2.000/Km
Tarif Batas Atas : Rp 2.500/Km
Biaya Jasa Minimal : Rp 8.000-Rp 10.000/Km
Zonasi III
Tarif Batas Bawah : Rp 2.100/Km
Tarif Batas Atas : Rp 2.600/Km
Biaya Jasa Minimal : Rp 7.000-Rp 10.000/Km