Meski tak berperan sebagai produsen minyak kelapa sawit, Belanda memperoleh keuntungan besar dari hasil perdagangan komoditas sawit Indonesia. Ketua Tim Peneliti LPEM FEB UI, Eugenia Mardanugraha mengatakan kondisi tersebut lantaran Belanda telah mendominasi perdagangan global, di mana harga minyak sawit dunia merujuk pada harga Rotterdam, Belanda.
“Belanda itu menikmati perdagangan sawit Indonesia, kita sebagai produsennya, setelah itu membuat minyak sawitnya. Kemudian Belanda yang berdagang ke seluruh dunia,” kata Eugenia, Rabu (23/8/2023).
Kendati komoditas lokal yang perdagangannya didominasi negara asing, Indonesia disebut tak mengalami kerugian. Sebab, Indonesia pun ikut mengacu pada harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) di pasar global. Namun, kondisi ini tetap menjadi tantangan bagi Indonesia untuk mengoptimalkan tata kelola perdagangan yang dinilai belum mapan, salah satunya dikarenakan ketiadaan bursa Crude Palm Oil (CPO) di RI.
Dia mencatat bahwa terdapat 62 negara yang melakukan ekspor sawit tetapi tidak memproduksi atau disebut negara pedagang perantara.
Belanda melakukan ekspor produk hilir setelah mengimpor palm oil dari negara produsen lalu kemudian mengekspornya. Dalam hal ini, Belanda adalah negara pedagang perantara yang paling banyak melakukan perdagangan minyak kelapa sawit. Tak hanya Belanda, Eugenia juga menyebut keuntungan sawit RI yang juga menjadi berkah bagi negara tetangga, Malaysia. Dari catatannya, dia menilai bahwa Malaysia dan Belanda mengambil keuntungan dengan melakukan re-ekspor sawit Indonesia.
“Semua minyak sawit yang di ekspor Malaysia ke Belanda adalah sawit dari Indonesia. Ini kita berbagi rezeki kepada Malaysia dan Belanda,” jelasnya dikutip dari bisnis indonesia.
Dia menjabarkan, sejak tahun 2017 ekspor Indonesia ke Malaysia selalu lebih besar daripada ekspor Malaysia ke Belanda. Adapun, mulai tahun 2020 perbedaan tersebut semakin membesar. Rata-rata impor minyak sawit Malaysia dari Indonesia setiap tahunnya dari tahun 2010 – 2022 adalah sebesar 934,067 ton. Pada tahun 2021 sebesar 1,015,239 ton, sementara impor Belanda dari Malaysia hanya sebesar 638,219 tons.
“Artinya seluruh minyak sawit yang dijual oleh Malaysia ke Belanda berasal dari Indonesia. Malaysia dan Belanda mendapatkan keuntungan besar dengan memperdagangkan produk sawit yang berasal dari Indonesia,” terangnya.
Sebagai solusi, Eugenia mendorong Indonesia untuk menghadirkan dan memapankan bursa CPO sehingga keuntungan perdagangan sawit dapat dirasakan secara optimal, termasuk memicu devisa negara yang lebih besar.
“Kalau misalkan semua pedagang sawit berdagang di bursa Indonesia, itu artinya keuntungan dari jasa perdagangan sawit bisa dinikmati sepenuhnya oleh Indonesia,” tutupnya.
Laporan Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) menyebutkan bahwa konstribusi sawit terhadap perolehan devisa negara mencapai US$50 miliar pada 2022. Capaian tersebut bersumber dari ekspor produk sawit lokal senilai US$39 miliar dan penghematan devisa dari mandatori biodiesel sekitar US$10,3 miliar.