Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menyatakan pemerintah telah mengadopsi skema pemajakan digital yang dirumuskan oleh Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting dalam Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Perturan Perpajakan (RUU HPP).
Melalui UU itu, Indonesia bisa menarik pajak dari perusahaan multinasional, khususnya yang berbasis digital seperti Google, Netflix, hingga Facebook.
Yustinus menjelaskan sejumlah negara telah menyepakati skema pemajakan digital sehingga mendorong Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) untuk memberlakukan konsensus itu.
Indonesia termasuk negara yang menanti-nanti konsesus digital tersebut. Apalagi pemerintah telah memasukan klausul pemajakan ekonomi digital di Undang-undang terkait penanganan Covid-19.
Menurut Yustinus, pemerintah akan menjalankan aturan pajak global melalui Pasal 32A UU Pajak Penghasilan (PPh) yang termaktub dalam omnibus law UU HPP.
Meski pembahasan proposal Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) masih berjalan, kata dia, pencantuman kebijakan pajak global dalam UU HPP merupakan langkah antisipatif. Baca Juga : Pajak Karbon dalam UU HPP, Upaya RI Lestarikan Lingkungan
“Nanti kita bingkai dengan Pasal 32A UU PPh dalam UU HPP ini, yang mengatur beberapa hal antisipasi dalam penerapan Global Anti Base Erosion[GloBE],” ujar Yustinus, Kamis (14/10/1994).
Dalam aturan baru itu, pemerintah berwenang membentuk dan/atau melaksanakan perjanjian dan/atau kesepakatan di bidang perpajakan dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra secara bilateral maupun multilateral.
Beberapa kesepakatan perpajakan yang dapat dilakukan di antaranya menyangkut penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak, pencegahan penggerusan basis pemajakan dan pergeseran laba, pertukaran informasi perpajakan, bantuan penagihan pajak, serta kerja sama perpajakan lainnya.
Yustinus menuturka, latar belakang pemerintah menyiapkan Pasal 32A UU PPh mengantisipasi pengaruh implementasi GloBE terhadap pemanfaatan fasilitas perpajakan. Misalnya, tax holiday dan super deduction yang diterima wajib pajak multinasional.
“Penting juga penunjukkan pihak lain sebagai pemotong/pemungut PPh. Platform atau marketplace akan lebih mudah untuk diajak bekerja sama dalam sistem yang baru ini, lebih efektif, efisien, tidak mengganggu dinamika pasar, bisnis,” pungkas Yustinus.













 
			
 
                                 
                                








 
							