Jakarta, Aspek.id – Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2025 tentang Badan Pengelola Badan Usaha Milik Negara (BP BUMN) memunculkan perdebatan publik. Dalam beleid yang baru disahkan awal Oktober itu, pejabat dan pegawai BP BUMN dapat terbebas dari jerat hukum meski terjadi kerugian negara — selama mereka memenuhi sejumlah syarat ketat yang diatur dalam pasal baru UU tersebut.
Perubahan ini merupakan hasil amandemen keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang sekaligus mengubah bentuk kelembagaan Kementerian BUMN menjadi BP BUMN, sebuah badan pengelola yang bersifat regulatif dan investasi.
⸻
Perlindungan Hukum Bersyarat
Pasal 3Y UU Nomor 16 Tahun 2025 menegaskan bahwa Kepala BP BUMN, organ BP, serta pegawai yang tergabung dalam lembaga atau badan usaha di bawahnya, tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian yang timbul dari kebijakan atau keputusan pengelolaan — apabila terbukti tidak bersalah dan bertindak sesuai prinsip tata kelola yang baik.
Terdapat empat syarat utama agar perlindungan hukum ini berlaku:
1. Kerugian bukan akibat kesalahan atau kelalaian dari pejabat atau pegawai terkait.
2. Tindakan dilakukan dengan itikad baik dan kehati-hatian, sesuai tujuan investasi serta prinsip good governance.
3. Tidak terdapat benturan kepentingan, baik langsung maupun tidak langsung, dalam setiap keputusan pengelolaan.
4. Tidak ada keuntungan pribadi yang diperoleh secara tidak sah dari kebijakan yang menimbulkan kerugian negara.
Dengan ketentuan ini, pejabat BP BUMN berhak atas pembebasan tanggung jawab hukum, selama dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut murni merupakan risiko bisnis atau kebijakan yang dijalankan dengan dasar profesional.
⸻
Pro dan Kontra
Meski dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi para pejabat pengelola, regulasi ini juga menuai sorotan. Sejumlah pengamat menilai pasal tersebut berpotensi menurunkan standar akuntabilitas publik, karena membuka ruang pembelaan yang lebih luas bagi pejabat negara.
“Perlindungan hukum perlu, tapi jangan sampai menimbulkan moral hazard. Tanpa mekanisme pengawasan yang kuat, ini bisa ditafsirkan sebagai imunitas terhadap kesalahan kebijakan,” ujar seorang pakar hukum publik yang enggan disebutkan namanya.
Di sisi lain, para pendukung beleid baru menilai aturan ini justru penting untuk mendorong keberanian dalam mengambil keputusan strategis di sektor BUMN, yang selama ini kerap tersandera oleh ketakutan terhadap risiko hukum.
⸻
Transformasi BUMN ke BP BUMN
Pembentukan BP BUMN merupakan bagian dari agenda besar reformasi tata kelola perusahaan negara. Lembaga ini diharapkan menjadi pengelola portofolio investasi nasional yang profesional, independen, dan berorientasi hasil, mirip dengan model sovereign wealth fund di beberapa negara maju.
Dengan hadirnya UU Nomor 16 Tahun 2025, pemerintah berharap BUMN dapat dikelola lebih modern dan efisien, sembari memastikan setiap kebijakan strategis memiliki perlindungan hukum yang proporsional.






















