Lonjakan inflasi global diperkirakan bakal mengubah perilaku masyarakat dalam menikmati seduhan kopi. Konsumen dinilai akan cenderung memilih minum kopi di rumah daripada mengunjungi kafe atau restoran.
Hal ini dipandang merupakan dampak inflasi dan risiko resesi yang masih akan membayangi persediaan dan permintaan kopi beberapa bulan ke depan.
“Saya kira tidak akan ada dampak dari segi volume, tetapi dalam cara kopi diminum dan kualitasnya, orang akan menurunkan kualitas kopi yang mereka minum dan mengubah tempat mereka meminumnya,” kata Direktur Organisasi Kopi Internasional/International Coffee Organization (ICO), Vanusia Nogueira, Sabtu (8/10/2022).
Pasokan kopi internasional juga dianggap belum mampu memenuhi permintaan. Kondisi ini terjadi akibat penurunan panen global yang lebih rendah pada tahun 2021/2022 yang disebabkan efek perubahan iklim.
ICO mencatat, total produksi untuk tahun kopi 2021/22 mencapai 167,2 juta kantong-60 kilogram, alias turun 2,1% dari 170,83 juta kantong pada tahun sebelumnya. Data juga mencatat konsumsi kopi global naik 3,3% menjadi 170,3 juta kantong.
“Kita menghadapi banyak masalah iklim di daerah penghasil utama kopi,” lanjutnya dalam sebuah wawancara kepada Reuters di ibukota Kolombia, Bogota.
Meskipun harga kopi naik, petani tidak dapat menghasilkan lebih banyak produk karena masalah terkait iklim, katanya. Meski begitu Ia menilai harga kopi masih akan tetap stabil pada 2023 mengikuti supply dan demand pasar. Perubahan iklim dinilai merupakan tantangan terbesar industri kopi.
“ICO sedang bekerja untuk menciptakan dana ketahanan bersama bank dan organisasi lain untuk melihat lebih dekat bahwa zona produktif dan varietas kopi mampu bertahan dari perubahan iklim,” tutupnya.