ASPEK.ID, JAKARTA – Pemerintah kini memberikan dukungan kepada korporasi sebagai bagian program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Dukungan tersebut ditandai dengan Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama dan Nota Kesepahaman untuk Program Penjaminan Pemerintah Kepada Korporasi Padat Karya.
“Penjaminan yang kita berikan kemarin untuk kredit di bawah Rp 10 miliar, itu untuk UMKM. Hari ini kita fokusnya kredit untuk korporasi antara Rp10 miliar hingga Rp1 triliun dan terutama untuk industri padat karya,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Rabu (29/7).
Pemerintah menunjuk Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank sebagai Penjamin dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) sebagai pelaksana dukungan loss limit atas penjaminan Pemerintah, selaku special mission vehicles di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Dalam konteks hari ini, kita akan melakukan penjaminan menggunakan dua special mission vehiclenya Kemenkeu, LPEI dan PT PII yang misi mereka diperluas. Ini merupakan suatu yang akhirnya membuat special mission vehiclenya Kementerian Keuangan makin memiliki kemampuan dan kita harapkan punya tata kelola yang sesuai dengan tantangan yang ada,” ujar Menkeu.
Menurut Menkeu, untuk sektor yang dianggap prioritas, pemerintah menanggung jaminan modal kerja sebesar 80 persen dan 20 persen bagi perbankan.
Sektor prioritas tersebut diantaranya pariwisata, otomotif, tekstil, alas kaki, kayu olahan, furniture, produk kertas, serta sektor usaha yang memenuhi kriteria terdampak covid dan padat karya.
“Ini agar kita mampu memberikan stimulasi namun ada pencegahan moral hazard. Bank tetap bertangung jawab, meskipun sebagian besar risikonya tetap diambil oleh Pemerintah melalui penjaminan tersebut,” papar Menkeu.
Lebih lanjut, Menkeu mengatakan bahwa Kemenkeu akan terus memonitor penggunaan atau efektivitas dari penjaminan korporasi dengan bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Monitoring tersebut juga dilakukan untuk seluruh instrumen pemulihan ekonomi nasional.
“Ini adalah kita menginginkan adanya sense of crisis itu bisa diterjemahkan dengan bekerja cepat namun tetap akuntable,” tandasnya.