ASPEK.ID, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto menyatakan, idealnya Komisi I DPR RI mendukung rencana Kementerian Pertahanan yang akan melakukan pembelian sejumlah alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalhankam), untuk memenuhi kebutuhan tiga matra Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pengadaan alpalhankam disebut-sebut membutuhkan anggaran sebesar Rp1,7 Kuadriliun. Namun yang harus diteliti menurut Utut adalah landasan hukum yang menjadi acuannya pengadaan ini.
“Yang perlu kita teliti adalah butuhkah Perpres (Peraturan Presiden) ataukah PP (Peraturan Pemerintah). Timbul pertanyaan kalau PP biasanya turunan dari UU, tapi tidak semua PP harus turunan UU. Kalau Perpres itu biasanya merujuk pada presiden tertentu, nanti ganti presiden di turbo. Kalau PP ini the whole, semuanya. Bahwa ini keinginan semua bersama DPR,” katanya kepada Parlementaria, baru-baru ini.
Utut juga menambahkan pengadaan Alpalhankam ini baru rencana. Berjalan atau tidak, tentunya DPR RI mendukung rencana tersebut, karena baginya siapa yang tidak ingin TNI memilki Alutsista yang kuat.
Secara urgensi, sambung Utut, saat ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan pembaharuan Alutsista. Rencana ini adalah jalan keluar yang diberikan Menteri Pertahanan, dan Komisi I DPR RI mengapresiasi hal tersebut.
“Kalau ada pernyataan tidak akan ada perang konvensional, ya kita berdoa saja sebagai umat beragama mudah-mudahan gak ada perang. Tapi kalau ada perang kan harus siap, itu kegunaannya. Kalau tingkat urgensinya kapan, ya sekarang. KRI Nanggala tenggelam itu kita tentu berduka tapi jawabannya bukan hanya berduka, ada langkah lain. Itu yang kita apresiasi dari Pak Prabowo,” ungkapnya.
Senada dengan Utut, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Bambang Kristiono menyatakan, pembelian alustsista ini dianalogikan seperti membeli rumah masa depan. Untuk bisa memiliki rumah idaman ada banyak cara mulai dari menabung, mencicil atau membelinya cash.
Tapi tentunya dengan impian yang ada rumah idaman tidak dapat diwujudkan sekaligus, oleh karenanya mencicil adalah jalan keluar untuk mewujudkan hal tersebut.
“Kalau saya logikanya seperti membangun rumah. Kita bangun rumah untuk kita tempati 25 tahun atau kita bangun rumah yang kita impikan kita cicil-cicil baru kita tempati 25 tahun mendatang, itu saja persoalannya. Kalau saya sih menangkap kesan semuanya mendukung, bahwa masih ada perdebatan. Saya kira itu hal yang wajar tidak perlu diributkan. Saya lihat kritik, saran dan masukan yang diberikan oleh teman-teman Komisi I sangat konstruktif untuk kebaikan dan keamanan para pengambil keputusan sekarang salah satu contohnya adalah masalah payung hukumnya,” tutupnya.