ASPEK.ID, JAKARTA – Sejak 2009, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengucurkan sebesar 20% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, Angka Partisipasi Murni (APM) hingga saat ini belum menunjukkan peningkatan yang signifikan.
APM adalah perbandingan antara siswa usia sekolah tertentu pada jenjang pendidikan dengan penduduk usia yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. Ini berarti di daerah, hanya sedikit siswa yang bersekolah pada jenjang tertentu bila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang seharusnya bersekolah pada usia tersebut.
“Kesulitannya adalah kadang-kadang koordinasi tidak jalan. Pusat inginnya apa, sementara di daerah menjalankan yang lain. Sehingga bukan kontrol, tapi tangan kita ke daerah kadang-kadang sangat terbatas,” kata Direktur Penyusunan APBN Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), Kunta Wibawa Dasa Nugraha dalam keterangannya, Selasa (5/11/2019).
Sementara itu pengamat pendidikan dari Center for Education Regulations & Development Analysis (CERDAS), Indra Charismiadji menambahkan bahwa, belum ada pemerintah daerah (Pemda) yang benar-benar berhasil mengelola dana pendidikan apabila dilihat dari APM.
“Belum ada Pemda yang berhasil mengelola anggaran pendidikan. Terbukti, hingga saat ini APM tidak meningkat,” jelasnya.
Selain itu, menurutnya, pendidikan di Indonesia belum punya cetak biru (blueprint) yang jelas sehingga anggaran banyak keluar tetapi hasilnya nihil.
“Kita enggak punya blueprint. Jadi, itulah yang membuat anggarannya bocor terus, keluar terus, tapi hasilnya enggak ada. Ini yang harus segera diperbaiki kalau memang mau,” tegasnya.
Oleh karena itu, Kemenkeu meninjau penggunaan anggaran pendidikan yang telah dikucurkan ke daerah untuk melihat efektivitas dan efisiensi anggaran yang telah berjalan dengan Public Expenditure Review (PER). Berdasarkan review atau tinjauan PER tersebut, Pengguna Anggaran (PA), dalam hal ini Pemda, dapat diberikan rekomendasi perbaikan.
Selain itu, angka pendidikan diwajibkan untuk dialokasikan oleh pemerintah daerah melalui mandatory spending. Mandatory spending adalah kewajiban alokasi belanja yang telah diatur oleh undang-undang, salah satunya memuat alokasi belanja pendidikan sebesar 20% dari APBD.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas SDM yang pada akhirnya dapat mengurangi masalah ketimpangan sosial dan ekonomi daerah. Jadi, pemerintah daerah (Pemda) wajib melakukan pemenuhan mandatory spending yang digunakan untuk pendidikan sesuai ketentuan yang berlaku.