ASPEK.ID, JAKARTA – Ekonom Indef Didik J Rachbini menyatakan laba yang disetorkan BUMN ke negara sedikit namun memiliki utang triliunan.
Laba paling tinggi disetor oleh PT Bank BRI (Persero) sebesar Rp11 triliun, PT Telkom Indonesia (Persero) senilai Rp8 triliun, lalu disusul PT Bank BNI (Persero) Rp2 triliun.
“Pupuk subsidinya Rp30 triliun, perolehan labanya Rp1 triliun. Jadi BUMN ini saya kira antara diperlukan dan tidak diperlukan. Diperlukannya karena dia mengeksekusi kegiatan ekonomi, tapi beban utangnya sangat banyak. Kalau BUMN diberikan mandat, main embat aja, perkara resikonya urusan belakangan. Kita siap-siap saja presiden berikutnya menerima tumpukan utang yang sangat besar,” ujar Didik dalam diskusi virtual, Rabu (24/3).
Secara agregat, utang BUMN mencapai Rp2.140 triliun pada kuartal III/2020. Jumlah itu menyangkut utang luar negeri (ULN) yang terkait liabilitas yang menjadi tanggung jawab BUMN.
Bank Indonesia (BI) mencatat posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir Januari 2021 mencapai USD420,7 miliar atau sekitar Rp5.889,8 triliun.
Jumlah ini naik dari posisi Desember 2020 yang tercatat USD417,5 miliar dolar. Utang tersebut terdiri dari utang sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar USD213,6 miliar dan sektor swasta (termasuk BUMN) USD207,1 miliar.