ASPEK.ID, JAKARTA – Kepergian Presiden ke-3 Republik Indonesia, BJ Habibie menyisakan luka dan kesedihan yang mendalam bagi segenap lapisan bangsa Indonesia. Habibie meninggal dunia diusia 83 tahun. setelah menjalani perawatan intensif di RSPAD Jakarta sejak 1 September 2019.
Direktur Utama PT Industri Kereta Api atau INKA (Persero) Budi Noviantoro termasuk salah satu dari sekian banyak orang yang sangat terpukul atas kepergian Habibie. Terlebih, perusahaan kereta api satu-satunya di Asia Tenggara tersebut diinisiasi pendiriannya oleh Habibie.
“BJ Habibie adalah pendiri PT INKA saat menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) dan Kepala BPPT. Tanpa beliau, tidak ada INKA,” ujar Budi Noviantoro di Madiun, Jatim dilansir dari Antara, Kamis (12/9/2019).
Budi menyebutkan, hal yang melatarbelakangi pendirian PT INKA adalah karena kinerja perkeretaapian di Indonesia yang terus menurun, yang puncaknya terjadi pada 1970-an dimana jumlah sarana perkeretaapian di Indonesia seperti lokomotif, kereta penumpang dan gerbong barang yang dimiliki Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) terus berkurang.
Baca: Habibie Tutup Usia, The Atjeh Connection Ikut Berduka
Rinciannya, pada masa pemerintahan Kolonial Hindia Belanda tahun 1939, jumlah lokomotif uap sebanyak 1.260 unit, kereta penumpang 3.350 unit, dan gerbong barang 27.200 unit.
Pada tahun 1953, jumlahnya menurun, dengan jumlah lokomotif uap sebanyak 1.045 unit, kereta penumpang 2.810 unit, dan gerbong barang 23.280 unit.
Kemudian di tahun 1970-an, jumlah sarana perkeretaapian Indonesia makin menurun drastis, yakni lokomotif uap hanya ada 549 unit, kereta penumpang 1.420 unit, dan gerbong barang 13.970 unit.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut Indonesia lalu melakukan impor. Namun, ketergantungan kepada impor berakibat berkurangnya devisa negara. Tercatat menjelang tahun 1980, sarana yang diimpor meliputi 63 unit lokomotif diesel, tiga unit lokomotif diesel elektrik serta lima set KRD dan KRL.
Pada era 1980-an, Indonesia mengambil model kebijakan susbtitusi impor dan alih teknologi yang digagas oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (UP3DN).
Baca: 7 Warisan Habibie untuk RI
Kebijakan tersebut berisi bahwa setiap pengadaan sarana kereta api, meliputi lokomotif, kereta penumpang, dan gerbong barang oleh PJKA harus dikaitkan dengan impor dalam bentuk terurai untuk dirakit di dalam negeri.
Kondisi tersebut kemudian oleh BJ Habibie yang saat itu menjabat sebagai Menristek dan Kepala BPPT dipertajam menjadi strategi transformasi industri dan alih teknologi.
“Pembentukan industri strategis tersebut bertujuan agar SDM Indonesia bisa mandiri dan tidak tergantung pada negara lain dalam pembuatan kereta api dan teknologi lainya. Di dalamnya tidak hanya INKA, namun juga termasuk PAL, DI, dan lainnya,” imbuhnya.
Maka, atas inisiasi BJ Habibie itulah, pemerintah kemudian mendirikan PT INKA sebagai wahana transformasi industri dan alih teknologi perkeretaapian di Tanah Air. Sasarannya adalah industri kereta api nasional yang mandiri dan lepas dari ketergantungan luar negeri atau impor.
“Ini artinya bahwa kita harus melestarikan INKA. Bahwa PT INKA harus dikembangkan. Kami bersama segenap jajaran PT INKA (Persero) bertekad melanjutkan apa yang telah dirintis beliau untuk INKA,” katanya.
Budi Noviantoro menambahkan, pihaknya bersama jajaran direksi dan seluruh karyawan PT INKA ikut berduka cita atas wafatnya Presiden ke-3 RI BJ Habibie dan merasa kehilangan atas kepergian BJ Habibie yang sudah dikenal sebagai Bapak Indonesia, Bapak Teknologi dan juga Bapak INKA.
Baca: Penjualan Kereta PT INKA di 2019 Capai Rp2,42 T
Profil Singkat PT INKA
PT INKA merupakan BUMN manufaktur sarana perkereta-apian pertama dan terbesar di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Secara formal, PT INKA (Persero) berdiri pada tanggal 18 Mei 1981. Selanjutnya dilakukan penyerahan operasional pabrik kereta api oleh pihak PJKA pada tanggal 29 Agustus 1981.
Awalnya, PT INKA (Persero) berada dalam pembinaan teknis Departemen Perhubungan, kemudian dibawah Dewan Pembina Industri Strategis (DPIS) pada 1983, tahun 1989 dibawah Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) dan pada tahun 1998, pengelolaannya di bawah Menteri Pendayagunaan BUMN.
Pada tahun yang sama (1998), PT INKA menjadi anak perusahaan dari holding PT Bahana Pakarya Industri Strategis (BPIS). Menyusul dibubarkannya PT BPIS pada 2002, PT INKA berada dalam pengelolaan Kementerian BUMN hingga sekarang.