ASPEK.ID, JAKARTA – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, divonis 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp400 juta subsidair enam bulan kurungan.
Politisi Partai Gerindra itu dinilai terbukti bersalah menerima suap Rp25,7 miliar terkait penetapan izin ekspor benih lobster (benur).
Dia dinilai melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001.
Majelis Hakim menyatakan Edhy telah menerima suap sebesar Rp 25,7 miliar dari para eksportir.
Edhy juga dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 9,68 miliar dan 77.000 dolar AS subsider 2 tahun penjara.
Hak politiknya juga dicabut selama 3 tahun terhitung sejak Edhy selesai menjalankan masa pidana pokok.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menyebut Edhy terbukti memberikan arahan kepada anak buahnya agar membantu proses perizinan budi daya dan ekspor benih lobster yang terkait dengan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
“Berdasarkan saksi Andreau Misanta Pribadi dan Safri di sidang yang menerangkan bahwa para saksi pernah diperintah terdakwa untuk membantu atau mempercepat proses perizinan budi daya dan ekspor dari perusahaan tertentu yang menjadi kolega terdakwa, hal tersebut diperkuat bukti ‘screenshot whatsapp’ antara terdakwa dengan saksi Safri dan saksi Andreau Misanta Pribadi,” kata anggota majelis hakim Ali Muhtarom dilansir Antara di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/7).
Ali lalu membacakan tangkapan layar percakapan antara Edhy Prabowo dengan staf khususnya yang juga menjadi Wakil Ketua Tim Uji Tuntas di Kementerian Kelautan dan Perikanan Safri pada 15 Mei-22 Juni 2020.
“Saf, itu orangnya Pak Azis Syamsuddin Wakil Ketua DPR, mau ikutan budi daya lobster, Novel Esda. Dijawab Safri, oke bang,” ujar hakim.
Kemudian percakapan pada 16 Mei 2020, “Saf ini tim Pak Fahri Hamzah mau jualan lobster, langsung dihubungi dan undang presentasi. Safri menjawab: oke bang.”
“Kemudian pada 19 Mei 2020, terdakwa mengirim ‘whatsapp’ ke Safri. ‘Saf yang Pak Fahri Hamzah saya dengar mau diundur setelah lebaran, kalau mereka sudah siap besok, segera saja selesaikan besok. Safri menjawab, oke bang,” kata hakim pula.
Kemudian percakapan “whatsapp” antara Edhy dengan Andreau Misanta Pribadi pada 19 Juni 2020.
“Dikirim ‘forwarder’ permohonan izin budidaya dan ekspor BBL dari PT Sinar Lautan Perkasa Mandiri. Dijawab Andreau: siap Pak ini sudah kami take note,” kata hakim lagi.
Selain itu, menurut hakim, terdapat intervensi Edhy selaku Menteri Kelautan dan Perikanan terkait izin budi daya dan ekspor benih benih lobster (BBL).
“Hal ini dapat dilihat dari ada percakapan whatsapp antara Andreau Misanta Pribadi dan Safri yang memerintahkan Arif Heri Wibowo selaku Direktur Produksi dan Usaha Perikanan Budi Daya untuk memberikan proses izin ekspor dan budi daya BBL kepada salah satu perusahaan ekspor,” ujar hakim pula.
Hakim pun membacakan percakapan Andreau dan Arif pada 2 Mei 2020 sampai 18 Juli 2020
“Pak Arif, arahan bapak, 2 perusahaan mohon segera diizinkan budidayanya, PT Global Samudra Makmur dan CV Nusantara Berseri, mohon dipercepat hari ini Pak many thank,” kata hakim.
















