Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan akan memugar makam pejuang perempuan asal Aceh di Blora Jawa tengah yakni Pocut Meurah Intan.
Demikian ungkap Ganjar usai mengikuti upacara Hari Sumpah Pemuda di Asrama Mahasiswa Aceh Pocut Meurah Intan, Tembalang Kota Semarang, Kamis (28/10/2021).
“Makamnya tidak terjaga. Saya ajak mahasiswa Aceh dan yang lain menziarahinya paling telat Minggu depan,” pintanya.
Pocut Meurah Intan lahir 1833 di Tuha Biheue Desa Tiji, Kabupaten Pidie, Aceh. Mengutip buku Prominent Women in The Glimpse of History, Pocut Merah Intan adalah keturunan bangsawan dari Kesultanan Aceh.
Dikutip dari pidiekab.go.id, ayahnya adalah Keujruen Biheue dari keturunan Pocut Bantan yakni Teuku Meureh Intan.
Disebutkan suami Pocut Di Biheu bernama Tuanku Abdul Majid putra Tuanku Abbas bin Sultan Alaiddin Jauhar Alam Syah. Tuanku Abdul Majid adalah anggota keluarga Sultan Aceh yang tidak mau berdamai dengan Belanda.
Lalu ia mengumpulkan para pengikutnya termasuk tiga putranya yakni Tuanku Budiman, Tuanku Muhammad, dan Tuanku Nurdin serta tangan kanannya, Pang Mahmud, untuk memimpin perjuangan.
Pengaruh dan karakter Pocut Meurah Intan inilah yang membuat Belanda takut.
Dikutip dari nationalgeographic.grid.id, disebutkan militer Hindia Belanda melakukan ekspedisi di Aceh, Mayjen T.J di pimpin oleh Veltman bersama 17 tentaranya
Ekspedisi mmiliter dilakukan pada di 11 November 1902 dan mereka patroli tempat persembunyian Pocut Meurah Intan di Biheue. Mengetahui hal tersebut Pocut Meurah Intan beraksi sendirian melawan rombongan patroli itu.
Karena terdesak, ia kemudian mencabut rencong di pinggan dan menyerang patroli seorang diri hingga ia mengalami banyak luka. Pocut Di Biheue dibiarkan bersimbah darah. Veltman mengira perempuan ini akan mati.
Ia kagum dengan semangat Pocut Di Biheue sehingga melarang sersan yang hendak membunuh Pocut yang dalam keadaan tak berdaya.
Ia pun ditinggalkan dalam keadaan bersimbah darah. Veltman yang mengira Pocut akan meninggal tak terbukti. Otot tumitnya juga putus sehingga ia harus diamputasi saat dirawat dalam tahanan kolonial
Veltman yang kagum dengan Pocut kemudian membawa dokter ke kediaman Pocut untuk merawat luka. Meski begitu ia menolak bantuan tersebut walaupun terus dibujuk oleh Veltman. Akhirnya ia bersedia dirawat asalkan oleh tentara Belanda yang dari pribumi.
Kabar Pocut diterima oleh Scheuer komandan militer Belanda. Ia pun menemui Pocut Di Biheue untuk menyampaikan rasa hormatnya.
Pada 1905, Pocut Di Biheue ditangkap di Kutaraja bersama dua anaknya yakni Tuanku Nurdin dan Tuanku Budiman, dan saudaranya tuanku Ibrahim diasingkan ke Blora.
Pengasingan ini atas Suat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda tanggal 6 Mei 1905 No.24, yang membuat perjuangan Pocut dan keluarganya usai. Sementara satu anak Pocut, Tuanku Muhammad dibuang ke Tondano Sulawesi Utara pada 1900.
Selama 30 tahun di pengasingan di Blora, kesehatan Pocut Meurah Intan semakin menurun. Pocut Meurah Intan meninggal pada 19 September 1937. Pocut Meurah Intan berwasiat ketika meninggal agar dimakamkan di Blora.