Direktur Lalu Lintas Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Cucu Mulyana mengatakan masyarakat di Jakarta, Bandung, maupun Medan yang mengandalkan kendaraan umum untuk beraktivitas masih di bawah 20 persen. Kondisi ini berbeda dibandingkan dengan kota-kota besar lainnya di dunia.
“Kalau kita bandingkan, masyarakat menggunakan kendaraan umum dibandingkan negara lain masih jauh gap-nya. Kalau dibandingkan Singapura (dan) Tokyo itu udah 50% masyarakat menggunakan kendaraan umum. Kuala Lumpur (dan) Bangkok sudah di angka 20-50%, sementara Jakarta, Bandung, Medan masih di bawah dari 20%,” kata Cucu dalam Konferensi Pers Penanganan Polusi Udara yang disiarkan melalui YouTube FMB9ID_IKP pada Kamis (24/8/2023).
Cucu memandang wajar apabila Jakarta masuk ke ranking 10 teratas sebagai kota termacet di dunia. Ditambah lagi keberadaan industri otomotif di Tanah Air makin maju turut menjadi faktor kemacetan di Jakarta makin meningkat.
“Dengan penggunaan kendaraan umum minim ditambah perekonomian kita, pertumbuhan industri otomotif luar biasa. Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhannya mencapai 8% dan khusus Jakarta di angka 4-5%. Dengan situasi seperti itu, maka wajar kemacetan Jakarta ranking 10 di atas Bangkok sedikit,” jelasnya.
Mengutip laporan kajian Bank Dunia, Cucu membeberkan kerugian yang dialami Jakarta imbas kemacetan ditaksir mencapai Rp 65 triliun per tahun. Apabila diperluas hingga Jabodetabek, kerugian ditaksir mencapai Rp 100 triliun per tahun. Sementara di kota lain, seperti Semarang, Surabaya, Bandung, Medan, dan Makassar masing-masing kerugian ditaksir Rp 12 triliun per tahun.
“Katakanlah dengan situasi seperti kita ingin bertujuan menurunkan tingkat polusi akibat sektor transportasi tentunya kita harus membedah terlebih dahulu sumber masalah yang timbul dalam dunia transportasi,” tegasnya.
Cucu mengakui tak mudah menangani pergerakan lalu lintas di kota-kota besar, khususnya di wilayah aglomerasi. Menurutnya, perbaikan sektor transportasi umum di seluruh wilayah RI menjadi pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan.
“Kita tahu di Kemenhub sudah lain BPTJ artinya mengkoordinir seluruh pergerakan di Jabodetabek. Luar biasa, itu suatu pekerjaan tidak mudah, sementara di kota lain belum ada. Jadi aglomerasi masih ditangani pemerintah provinsi. Ini hal yang menjadi PR kita membenahi angkutan tersebut,” terangnya.
Cucu memandang kurangnya minat menggunakan transportasi pribadi juga diikuti oleh permasalahan first mile atau perjalanan dari tempat asal menuju tempat transit angkutan massal dan last mile atau perjalanan dari tempat transit massal menuju lokasi tujuan. Karena itulah, dia mendorong adanya pembenahan sektor angkutan umum.
“Penggunaan pribadi masih kurang diminati, di antaranya masalah first mile, last mile yang menyebabkan kendaraan umum kurang diminati. Itu salah satu PR kita, PR seluruh persoalan yang dihadapi kota besar di Indonesia. Maka yang harus dilakukan pembenahan angkutan umum. Kita mulai MRT, LRT, BRT di beberapa provinsi, kota, kabupaten yang transportasinya padat,” ucapnya.
“Tahun ini kita juga lakukan pembinaan, program bank dunia yang dibiayai hibah Swiss dan Jerman. BRT desain Bandung, Medan, FS Makassar, Surabaya, dan terminal tipe A kita bangun tidak kalah dengan bandara,” tutupnya.