21 orang dari Paguyuban Korban Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (PAKU ITE) bersama Koalisi Serius UU ITE melaksanakan audiensi ke Badan Legislasi DPR RI pada Selasa (5/7).
Tujuan audiensi ini untuk mendesak DPR merevisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Saat ini revisi UU ITE mandek di tengah jalan meskipun pemerintah telah mengirimkan naskah revisi dan Surat Presiden (Supres) di bulan Desember 2021. Namun seperti yang diketahui bersama, hingga saat ini DPR tidak kunjung merevisi UU ITE yang termasuk dalam prioritas prolegnas 2021.
“Saat audiensi, kami mendapat informasi dari pimpinan Baleg bahwa sudah ada Supres dari Presiden Jokowi terkait revisi UU ITE, tetapi belum ada lampiran berupa Daftar Inventaris Masalah. Untuk itu, kami mendesak kepada DPR untuk proaktif dan segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) revisi UU ITE untuk mengatasi kemandekan pembahasan revisi UU ITE. Kini bolanya sekarang ada di pimpinan DPR untuk segera memutuskan,” ujar Ketua Paguyuban UU ITE Muhammad Arsyad usai audiensi dengan Baleg, di Gedung Nusantara I DPR RI.
Kesempatan audiensi digunakan oleh para korban UU ITE untuk mengangkat sejumlah dampak UU ITE. Salah satu yang berbicara, Ibu Baiq Nuril Maknun, korban UU ITE yang sudah mendapatkan Amnesti dari Presiden Joko Widodo. Meski kasusnya sudah berlalu, trauma masih belum hilang. Dia minta kepada DPR RI mendorong pembentukan panitia khusus revisi UU ITE.
“Saya berharap revisi UU ITE ini benar-benar terlaksana agar tidak ada lagi orang-orang seperti saya yang dikriminalisasi dengan UU ITE,” kata Nuril.
Selain Nuril, sejumlah korban UU ITE hadir dalam audiensi dan memberikan testimoni antara lain Sadli Saleh, jurnalis dari Buton Tengah yang dipenjara akibat menulis kasus korupsi yang melibatkan Bupati Buton Tengah, Siti Rubaidah, ibu rumah tangga yang mengalami KDRT namun dituntut pasal pencemaran nama, Vivi Natalia, guru piano yang berhadapan dengan kasus pinjam uang yang berujung UU ITE, Yahdi Basma, anggota DPRD yang dipidana UU ITE, Stella Monica, konsumen klinik kecantikan yang tengah menunggu hasil kasasi. Fatia Maulidayanti, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Penyiksaan (Kontras) sekaligus korban UU ITE juga hadir dalam audiensi.
Audiensi ke Baleg DPR RI ini merupakan bagian dari Jambore Korban UU ITE yang digelar di Jakarta mulai Senin-Rabu pada tanggal 4-6 Juli 2022.
Para korban UU ITE dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul, menguatkan organisasi, dan membahas langkah revisi total UU ITE sekaligus menyikapi RKUHP yang berpotensi mengkriminalisasi lebih banyak warga.
“UU ITE ini lebih banyak mudaratnya. Jika UU ITE tidak segera segera direvisi, ke depan akan banyak korban, apalagi ada RKUHP mencantumkan pasal penghinaan presiden,” ujar Fatia.