ASPEK.ID, AMBON – “Jika ada alat yang bisa memberi info kapan dan di mana terjadi gempa bumi, saya akan mengusulkan membel i alat tercanggih tersebut. Namun faktanya, hingga kini tidak ada alat yang bisa memberi kepastian di mana dan jam berapa akan terjadi gempa,” demikian ungkap Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo di hadapan tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama dan penyintas gempa di Kantor Pemerintahan Negeri Oma, Kecamatan Matan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, Rabu (9/10/2019).
Doni menegaskan, bencana alam seperti gempa di Indonesia bisa dipahami karena negara ini berada di lingkaran cincin bencana alam. Untuk menandai terjadi gempa pada malam, warga disarankan bisa menyusun kaleng kosong.
Nah, begitu muncul getaran gempa, warga sudah siaga dengan senter di ujung kepala. Dalam suasana kegerahan karena tidak ada listrik, tiba-tiba kantor itu berguncang. Warga kompak berseru, ”gempa, gempa, gempa.” Tidak ada yang panik atau berhamburan ke luar kantor. semua duduk atau berdiri tempat masing-masing.
Maluku mulai diayun gempa sejak 26 September lalu dengan M 6,5. Sejak itu saban hari, Maluku dihentak gempa. Dalam sehari bisa terjadi berkali-kali dihajar gempa. Misalnya gempa pada Rabu (9/10/2019) terjadi dua kali gempa. Ketika rombongan BNPB, Wakil Gubermur Maluku Barnabas Orno, Bupati Maluku Tengah Bupati Maluku Tengah Tuasikal Abua, SH bertemu warga, tiba-tiba terjadi gempa M 3,7 pukul 10:29:07 WIT koordinat 3,61 LS dan 128,36 Bujur Timur pada kedalaman 10 Km.
“Hoaks menjadi bencana selanjutnya yang harus kita berantas,” tukas Doni di sela-sela mengunjungi kawasan gempa yakni Negeri Oma, Negeri Haruku, Negeri Rohomoni dan Negeri Kailolo di Kecamatan Haruku.
Sehari sebelumnya pada Selasa (8/10/2019) beredar hoaks bahwa pada Rabu (9/10/2019) akan terjadi gempa besar disusul tsunami di Ambon dan Seram. Tak pelak, ribuan warga mengungsi ke perbukitan atau gunung. Eksodus warga ini menyebabkan anak-anak rentan terhadap penyakit. Padahal berulang kali pemerintah dan instansi membantah akan terjadi gempa dan tsunami dahsyat di Maluku pada Rabu (9/10/2019). Isu tsunami pada 9 Oktober beredar luas di Seram bagian Barat, Maluku Tengah dan Ambon.
Namun warga tetap percaya hoaks ini hingga ribuan warga dari sejumlah kecamatan di Kabupaten Seram bagian Barat, Maluku, berbondong-bondong meninggalkan kampung mereka menuju gunung dan hutan, Selasa (8/10/2019). Warga meninggalkan rumah sejak Selasa pagi membawa barang berharga dan anggota keluarga karena isu akan ada tsunami pada Rabu (9/10/2019).
Untuk itu, mantan Pangdam XVI/Pattimura itu selalu mengingatkan untuk menghalau isu gempa disusul tsunami harus kerja semua pihak. Dia meminta wartawan bisa memberikan info yang akurat kepada warga bukan sebaliknya ikut memberitakan hoaks. Komunitas wartawan ini diharapkan dapat berperan dalam memberikan mitigasi bencana kepada penduduk
“Setiap hoaks yang beredar, secepatnya ditangkis hingga klarifikasi ini sampai ke Babinsa atau kepala negeri yang kemudian menjelaskan kepada penduduk,” ajak Doni.
Bupati Maluku Tengah Abua Tuasikal mengimbau masyarakat sebelum bertindak berkoordinasi dengan instansi resmi yang mengetahui berbagai persoalan terkait bencana. Dia memastikan Pemerintah Pusat maupun daerah selalu ada dalam menangani bencana ini.
“Tentang bantuan pemerintah akan selalu hadir. Saat ini sementara didata terkait kebutuhan pangan, kesehatan dan juga pendidikan,” ujar Tuasikal.
Hoaks Pulau Ambon Tenggelam
Perihal hoaks pada Rabu (9/10/2019) bakal terjadi gempa besar serta disusul tsunami, pakar tsunami dari BNPB Abdul Muhari memberikan penjelasan potensi tsunami di Maluku, khususnya Ambon dan Seram. Menurutnya, berita viral itu adalah hoaks di mana gambar batimetri yang diedit sedemikian rupa diberikan keterangan yang seakan-akan ilmiah tetapi bertujuan untuk menyebarkan ketakutan kepada masyarakat.
Disebutkan gambar itu bukanlah foto satelit 3D, karena satelit tidak bisa membuat foto dasar laut hingga kedalaman 7 km di bawah permukaan laut. Asumsi jika terjadi gempa dari palung Banda akan menyeret Ambon dan Seram adalah bohong.
“Belum ada dalam sejarah gempa dan tsunami di dunia ada gempa yang menghilangkan satu pulau sebesar Ambon, apalagi sebesar Pulau Seram,” katanya yang mengalami gempa dan tsunami di Jepang pada 11 Maret 2011 dengan kekuatan 9 Skala Richter.
Jika gempa di Maluku berpotensi longsoran lokal seperti di Palu pada 2018, atau di semenanjung elpaputih tahun 1899 benar adanya, tetapi skalanya lokal. Ini harus disikapi dengan bijak dengan meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dan persiapan rencana evakuasi mandiri yang baik.
Data BPBD Provinsi Maluku per 9 Oktober 2019 sebanyak 39 warga meninggal, 1.578 luka-luka dan 170.900 jiwa mengungsi dari tiga daerah yang terdampak, antara lain Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah dan Kabupaten Seram Bagian Barat. Dampak kerusakan ada sebanyak 6.355 unit total rumah rusak yang terdiri dari 1.273 unit rusak berat, 1.837 unit rusak sedang dan 3.245 unit rusak ringan disertai dengan 512 fasilitas umum dan sosial.