ASPEK.ID, JAKARTA – Banyak hal menarik yang ada di dalam draf Rancangan Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Draf tersebut sebelumnya diserahkan ke DPR RI, Rabu (12/2).
Dalam draf tersebut, ketentuan izin lingkungan diganti dalam rangka memudahkan pelaku usaha memperoleh persetujuan lingkungan.
Mulanya, izin lingkungan telah diatur dalam Pasal 40 ayat 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
2. Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan.
3. Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbarui izin lingkungan.
Semua ketentuan yang ada di pasal 40 itu dihapus dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
“Ketentuan Pasal 40 dihapus,” bunyi Pasal 23 angka 19 draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Menanggapi hal itu, aktivis lingkungan hidup dari Greenpeace, Arie Rompas sebagaimana dilansir laman CNN Indonesia menuturkan bahwa, penghapusan izin lingkungan bisa menghilangkan kontrol terhadap perusahaan dalam menjalankan usaha.
Dengan ketiadaan kontrol terhadap perusahaan, kondisi lingkungan hidup diyakini berpotensi semakin menuju ke tahap yang mengkhawatirkan.
“Izin lingkungan itu seharusnya sebagai bentuk kontrol yang dilakukan pemerintah. Di dalamnya termasuk dokumen Amdal,” kata Arie, Senin (17/2).
Draf tersebut diserahkan kepada Ketua DPR RI Puan Maharani oleh Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.
Pada draft final yang diserahkan ke DPR tersebut, berisi 15 bab dengan 174 pasal. Adapun secara keseluruhan, terdapat 79 undang-undang yang diringkas di dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja.